Selasa, 25 Oktober 2011

REZEKI YANG MUDAH BAGI ORANG YANG BERTAQWA

Dari Abdullah bin 'Amr r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sampaikanlah PesanKu Biarpun Satu Ayat..."

Allah Maha Kaya dan Pemberi Rezeki. Allah akan jamin hidup manusia dimuka bumi ini. Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan kerjanya. Allah akan tambahkan rezeki, sekiranya pandai bersyukur. Allah sediakan semua keperluan manusia tanpa bayar satu senpun. Ada sebuah ungkapan mengatakan "hidup adalah untuk makan ataukah makan adalah untuk hidup?"


Setelah saya membaca buku pedoman hidup manusia, pendapat ungkapan di atas adalah tidak benar. Pepatah yang diatas hanya sesuai untuk makhluk-makhluk Tuhan lainnya yaitu : "binatang". Mereka memang setiap hari mencari makan (rezeki), setelah selesai makan mereka bermain-main dan kemudian tidur, beranak, dan membesarkan.


Mereka tidak pernah memikirkan bagaimana mempunyai rumah yang indah, dan mempunya alat pengangkutan yang canggih. Begitu pula mereka tidak memikirkan siapa Tuhannnya, siapa yang menciptakannya, dan mahu kemana setelah mati. Semenjak dulu lembu dan kambing tidak punya rumah. Makanannya tetap sahaja rumput semenjak dulu kala. Hidupnya sehari-harian adalah mencari makan untuk hidup. Tidak lebih daripada itu. Apakah manusia yang mempunyai akal sama dengan binatang?.

Apakah hidup hanya untuk mencari makan setiap hari? Apakah tidak ada lagi yang harus dikerjakan untuk kebaikan (amal sholeh) atau memproduksi karya-karya yang bermanfaat untuk kemajuan manusia?. Setelah saya membaca buku pedoman hidup, saya menemukan apa tugas manusia sebenarnya di dunia ini menurut Tuhan yang menciptakan kita.


Allah berfirman : "Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka menyembah dan beribadat kepadaKu." Q.S Az-Zaariyaat : 56


Pada ayat yang lain Allah berfirman :


"Dan kepada kaum Thamud, Kami utuskan saudara mereka: Nabi Sholeh. Dia berkata: Wahai kaumku! Sembahlah kamu akan Allah! Sebenarnya tiada Tuhan bagi kamu selain daripadaNya. Dialah yang menjadikan kamu dari bahan-bahan bumi, serta menghendaki kamu memakmurkannya. Oleh itu mintalah ampun kepada Allah dari perbuatan syirik, kemudian kembalilah kepadaNya dengan taat dan tauhid. Sesungguhnya Tuhanku sentiasa dekat, lagi sentiasa memperkenankan permohonan hambaNya." Q.S Hud : 61


Allah juga berfirman :


"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat :

Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi. Mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu dengan berkata): Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (berbunuh-bunuhan), padahal kami sentiasa bertasbih dengan memujiMu dan mensucikanMu?. Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya. Manusia diangkat menjadi khalifah (wakil) Allah di muka bumi ini." Q.S Al-Baqarah : 30


Jelas sekali tugas yang diberikan oleh Allah kepada manusia, iaitu sebagai wakil Allah untuk bekerja untuk Allah di dunia dengan mengikuti perintah-perintahNya yang ada dalam Al Quran dan Hadith, dalam membangun atau menyejahterakan manusia dan agar manusia dapat beribadah dengan baik kepada Allah swt.

Apa-apa yang diperlukan oleh manusia untuk hidup sudah disediakan. Baik di dalam isi bumi yang berupa minyak, emas, timah dan lain-lain, di kulit bumi berbentuk tanam-tanaman dan binatang ternakan, dan di laut ada bermacam-macam ikan dan rumput laut. Semua itu adalah untuk manusia dan makhluk Tuhan lainnya. Yang demikian itu agar manusia dapat mensyukurinya.


Binatang-binatang yang tidak mempunyai akal, kehidupannya tidak berubah banyak dari generasi ke generasi. Sedangkan kehidupan manusia cepat berubah. Jika dulu orang hanya ada unta atau kuda sebagai kenderaan. Sekarang ada kereta, pesawat yang canggih, kapal laut dan sebagainya.

Begitu pula bentuk rumah, sudah sangat berbeza-beza dan bermacam-macam reka bentuk dan rupanya. Dari rumah kaca sampai kerumah aluminium. Dari rumah di bawah tanah, sampai rumah bertingkat-tingkat (kecuali manusia yang masih hidup di hutan-hutan tertentu seperti yang ada di Brazil, dari generasi ke generasi bahkan sampai sekarang masih hidup bertelanjang bulat).


Mengenai rezeki, manusia juga bermacam macam, ada yang miskin ada juga yang kaya sekali. Sesungguhnya Allah tidak menginginkan manusia hidup susah dan miskin. Allah menginginkan manusia hidup bahagia, sejahtera, aman dan harmonis. Oleh kerana itu Allah menurunkan buku pedoman hidup manusia ke dunia iaitu Taurat, Zabur, Injil dan terakhir yang sempurna, Al Quran. Kalau tidak, manusia akan seperti mereka yang ada di hutan-hutan yang hidup bertelanjang bulat, tanpa pakaian dan tiada malu. Itulah sesungguhnya manusia jika hidup tanpa buku pedoman hidup, tanpa ilmu.


Mengenai rezeki yang diterima oleh manusia, atau berapa besar rezeki yang diberikan oleh Allah kepada manusia sangat tergantung kepada 4 perkara.

Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana kepada makhluknya. Hanya Allah memberi peringatan-peringatan kepada manusia dalam Al Quran, agar manusia tidak sesat atau tidak salah pilih diantara dua jalan, iaitu jalan Allah yang ada dalam Al Quran atau jalan sesat yang mengikuti kemahuan syaitan atau nafsu yang tidak terkendali.

Allah berfirman :

"Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani." Q.S Al-Faatihah : 1


"Maka dia (Mariam yang dinazarkan oleh ibunya) diterima oleh Tuhannya dengan penerimaan yang baik dan dibesarkannya dengan didikan yang baik, serta diserahkannya untuk dipelihara oleh Nabi Zakaria. Tiap-tiap kali Nabi Zakaria masuk untuk menemui Mariam di Mihrab, dia dapati rezeki (buah-buahan yang luar biasa) di sisinya. Nabi Zakaria bertanya: Wahai Mariam dari mana engkau dapati (buah-buahan) ini? Mariam menjawab; Ia adalah dari Allah, sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada sesiapa yang dikehendakiNya dengan tidak dikira."
Q.S Aali Imran : 37


"Dialah (Allah) yang menjadikan untuk kamu segala yang ada di bumi,
kemudian Dia menuju dengan kehendakNya ke arah (bahan-bahan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit dengan sempurna dan Dia Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu." Q.S Al-Baqarah : 29


"Dan tiadalah sesuatupun dari makhluk-makhluk yang bergerak di bumi melainkan Allah jualah yang menanggung rezekinya dan mengetahui tempat kediamannya dan tempat dia disimpan. Semuanya itu tersurat di dalam Kitab (Luh Mahfuz) yang nyata (kepada malaikat-malaikat yang berkenaan)." Q.S Hud : 6


"Dan bahawa sesungguhnya tidak ada (balasan) bagi seseorang melainkan (balasan) apa yang diusahakannya;" QS An-Najm : 39

"Dan (ingatlah) ketika Tuhan kamu memberitahu: Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur nescaya Aku akan tambahi nikmatKu kepada kamu dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabKu amatlah keras." Q.S Ibrahim : 7



"Orang orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, Allah akan berikan rezeki dari sumber yang tidak diduga duga." Q.S


Dari firman-firman diatas, jelas sekali Rasulullah saw memberi keterangan kepada umatnya yang berbentuk peringatan-peringatan dan khabar gembira.


Ada 4 tingkat rezeki dari Allah:


1. Rezeki yang dijamin oleh Allah swt untuk setiap makhluk, termasuk manusia yang berakal. Ertinya Allah akan memberikan makan, minum untuk makhluk hidup di dunia ini. Ini adalah rezeki dasar yang terendah, seperti kita lihat orang-orang yang tinggal di hutan-hutan, mereka dapat tetap hidup walaupun tanpa ilmu Al Quran, Injil ataupun Taurat. Begitu pula orang-orang yang tinggal di kota-kota, walaupun ia tidak ada ilmu atau malas bekerja, ada sahaja orang yang membantu mereka untuk memberi makan. Apakah Anda ingin seperti itu? Jika mahu Anda pasti akan mendapat bantuan dari orang lain atau famili. Tak usah takut kalau tidak akan makan. Semua rezeki dijamin Allah swt. Pertanyaannya, apakah hidup kita ini hanya untuk makan?


2. Rezeki tingkat kedua adalah Allah akan memberikan rezeki kepada manusia dengan penuh keadilan dan kebijaksanaan. Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Ertinya kalau ia bekerja dua jam, dapatlah hasil yang dua jam. Kalau kerja lebih lama, lebih rajin, lebih berilmu, lebih bersungguh-sungguh, ia akan mendapat lebih banyak. Allah Maha Adil. Kalau orang ingin mendapatkan rezeki lebih banyak, ia haruslah belajar lebih banyak dan bersungguh-sungguh bekerja. Itu adalah kuncinya.


3. Rezeki tingkat ketiga adalah rezeki yang "ditambah" oleh Allah swt. Inilah rezeki yang disayangi yang kepada yang diinginkan oleh Allah swt. Kalau kita pandai pandai mensyukuri pemberian Tuhan dan manusia, Allah akan tambahkan. Kita dapat merasakan kasih sayang Allah swt kepada kita, kerana rezeki dan kebahagian selalu ditambahkan. Pemberian Tuhan : waktu, akal, panca indera digunakan untuk mencari ilmu dan bekerja bersungguh-sungguh, maka rezeki akan jauh lebih baik dari pada orang orang yang tidak ada ilmu, seperti contoh orang-orang hutan Brazil.


Bertahun-tahun rezekinya tetap sahaja mencari akar tumbuh-tumbuhan. Atau orang-orang kota yang kurang ilmunya (malas) maka rezekinya lebih sedikit. Atau suatu bangsa yang rajin membaca buku, maka bangsanya lebih makmur daripada bangsa yang malas mencari ilmu. Lihatlah Jepun atau negara-negara Barat yang rajin membaca buku yang bermanfaat dan sudah menjadi budaya pada rakyatnya. Hidup mereka lebih sejahtera.


Contoh kedua: orang yang pandai mensyukuri bantuan dari teman-temannya, atau dari siapa sahaja, ia akan mudah mendapat bantuan selanjutnya, tapi kalau ia tidak pandai mensyukuri, atau tidak pandai berterimakasih akan bantuan yang sudah diterimanya (bukan hanya berterimakasih dimulut sahaja) maka ia tidak akan dapat bantuan lagi. Hidupnya akan susah lagi. Bukan Allah yang menghendaki, tetapi ia sendiri yang tidak pandai bersyukur.


Orang-orang yang pandai, bersyukurlah kerana mendapat rezeki dan kebahagian yang lebih banyak. Janji Allah tidak meleset sedikit pun!
Orang yang pandai bersyukurlah yang dapat hidup bahagia, sejahtera dan tenteram. Usaha-usahanya akan mendapat kejayaan, kerana Allah
tambahkan selalu. Kekayaannya digunakannya di jalan Allah, sangat dermawan, pangasih penyayang, taat menjalankan ibadah. Semoga Allah menggolongkan kita kepada golongan orang-orang pandai bersyukur.


"Dan sesungguhnya Kami telah memberi kepada Luqman, hikmat kebijaksanaan, (serta Kami perintahkan kepadanya): Bersyukurlah
kepada Allah (akan segala nikmatNya kepadamu) dan sesiapa yang bersyukur maka faedahnya itu hanyalah terpulang kepada dirinya sendiri dan sesiapa yang tidak bersyukur (maka tidaklah menjadi hal kepada Allah), kerana sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi Maha Terpuji." Q.S Luqman : 12



"Dan Kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dengan menanggung kelemahan demi kelemahan (dari awal mengandung hingga akhir menyusunya) dan tempoh menceraikan susunya ialah dalam masa dua tahun; (dengan yang demikian) bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibubapamu; dan (ingatlah), kepada Akulah jua tempat kembali (untuk menerima balasan)." QS Luqman : 14


"Apa jua kebaikan (nikmat kesenangan) yang engkau dapati maka ia adalah dari Allah dan apa jua bencana yang menimpamu maka ia adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri dan Kami telah mengutus engkau (wahai Muhammad) kepada seluruh umat manusia sebagai seorang Rasul (yang membawa rahmat) dan cukuplah Allah menjadi saksi (yang membuktikan kebenaran hakikat ini)." QS An-Nisaa' : 79


"Orang-orang yang pandai bersyukur kepada Allah bererti ia pandai pula bersyukur kepada manusia, begitu pula sebaliknya."
HR Baihaqi


4. Rezeki ke empat


Allah berfirman; "Orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, Allah akan berikan rezeki dari sumber yang tidak diduga duga." Q.S


Jadi rezeki yang ke empat ini amat istimewa, tidak semua orang yang boleh menerimanya, kecuali orang yang betul-betul bertaqwa kepada Allah swt.

Tanda orang bertaqwa adalah; Kalau disebutkan ayat-ayat Allah kepadanya maka menggigil hatinya ketakutan. Cuba kaji diri bagaimana ketaqwaan kita kepada Allah? Sudahkan kita ketingkat orang yang bertaqwa seperti diatas?


Semakin diri ini kenal dan takut akan Allah dan mencintai Allah, ertinya makin bertaqwa maka Allah akan bantu. Rezeki Allah akan tambah dari sumber yang tidak diduga. Jadi orang bertaqwa rezekinya banyak dan mudah. Kalau sedikit rezeki (miskin) pertanda ia kurang bertaqwa kepada Allah swt.
Demikianlah Allah mengatakan dalam Al Quran. Janji Allah tidak pernah meleset dan selalu tepat. Demikianlah, semuga ada manfaatnya. Kalau ada yang benar itu datang dari Allah dan kalau ada yang salah datang dari kelemahan kami jua. Mohon dimaafkan dan ditegur.

Senin, 24 Oktober 2011

NIKMAT YANG SERING TERLUPAKAN

Ibnu 'Abbas RA. berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda,

"
Ada 2 (dua) macam nikmat yang banyak dilupakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan (umur)." (HR. Bukhari)

Allah SWT. telah menganugerahkan kenikmatan dalam berbagai aspek kehidupan. Nikmat Allah teramat luas serta tak terhingga. Manusia manapun tidak akan pernah bisa menghitung berapa banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan. Kebanyakan manusia malah sangat mengingkari nikmat Allah, bukannya bersyukur. Sebagaimana Allah tekankan dalam firman-Nya,


وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
"Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah." (QS. Ibrahim : 34)

Di antara berbagai kenikmatan itu, ada kenikmatan utama yang justru paling sering dilupakan manusia, yaitu nikmat kesehatan dan kesempatan (umur), seperti yang telah diperingatkan oleh Rasulullah SAW. dalam hadis di atas. Kita seharusnya sadar, bahwa kesehatan merupakan modal dasar dan nikmat yang tak ternilai harganya. Bayangkan, seandainya kita bergelimang dengan harta, kemewahan, kedudukan, keluarga selebritis, tetapi badan sakit-sakitan, semua itu menjadi tidak bermakna. Begitu juga kalau jatah umur kita habis, semua itu menjadi tidak berguna. Kita wajib bersyukur atas semua nikmat tersebut. Allah SWT berjanji, "
Kalau kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat-Ku."

Wujud syukur yang malah menjadi salah kaprah adalah pesta ulang tahun. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya. Umur itu bukan untuk diperingati setiap tahun dengan meniup lilin dan ucapan happy birthday to you, dilanjutkan pesta pora. Apabila hidup ini hanya diisi dengan hura-hura, hingga meninggalkan shalat serta amal ibadah lainnya, melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya, ketika malaikat maut menjemput, kita akan merasakan penyesalan abadi.


Allah SWT. memperingatkan dalam
Surat Al Mu'minun ayat 99-100, ada orang yang sangat menyesal saat malaikat maut menjemput, hingga orang itu berteriak,
"
Rabbir-ji'uun. La'alli a'malu shalihan fiima taraktu...." (Ya Tuhanku, kembalikan ruhku ke dunia, agar bisa berbuat amal saleh....) Nau'dzubillah mindzalik !

Allah SWT. menganugerahkan umur dan kesehatan kepada kita. Artinya, Allah SWT. memberi peluang dan kesempatan kepada kita untuk beramal saleh, peluang untuk bertobat, bukan untuk pesta pora, sekadar mengejar kesenangan hidup yang ujung-ujungnya kemudaratan dan kemaksiatan. Abu Shafwan Abdullah bin Busrin Al Aslamiy RA. berkata bahwa
Rasulullah SAW. mengingatkan umatnya,
"
Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya serta baik pula amal perbuatannya." (HR. At Tirmidzi)

Istilah umur berasal dari kata dasar omara yang bermakna pula makmur atau subur. Jadi yang dimaksud umur adalah usia yang subur dengan amal saleh. Boleh jadi orang berusia 60 tahun atau 70 tahun, tetapi umurnya masih balita atau malah nol tahun karena jauh dari tuntunan agama.


Umur dan hidup manusia itu diatur dan ditentukan Allah. Manusia tidak mampu mempertahankan fisiknya walau dipelihara dan dimanja obat-obatan, suplemen, vitamin, olah raga, dan sebagainya, akhirnya lemah juga.
Surat Al-Hajj ayat 5, intinya mengingatkan kita;
  1. Manusia berasal dari saripati tanah, tetes mani, kemudian menjadi segumpal darah. Dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, menjadi tulang kemudian dibalut dengan daging, Allah tetapkan dalam rahim sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian lahir bayi.
  2. Berangsur-angsur ada yang sampai dewasa, tua, muda belia, kadang ada yang sudah dipanggilnya, dan bahkan kadang anak kecil atau bayi.
  3. Ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun sehingga tidak sadar lagi bahwa dirinya itu manusia.
  4. Semua itu Allah yang mengatur. Allah mempunyai hak prerogatif kapan saja memanggil hamba-Nya, untuk menghadap dan sekaligus mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan dirinya.
Umur panjang adalah anugerah Allah Artinya, Allah memberi peluang dan kesempatan kepada kita untuk beramal saleh dan untuk bertobat.

Rasulullah SAW.
mengingatkan kita,
"
Barang siapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia orang yang mendapat rahmat. Dan barangsiapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia orang yang merugi. Serta barangsiapa yang kualitas dan kuantitas amal salehnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka orang itu terlaknat."

Imam Ali RA. menyebutkan, rezeki yang tidak dapat diperoleh hari ini masih bisa diharapkan diperoleh esok. Namun umur (waktu) yang berlalu hari ini, tidak mungkin dapat diharapkan besok
.

Dalil-dalil dan keterangan tersebut menasihati kita agar bertambah hari (umur), bertambah ilmu dan bertambah terus amal saleh kita sebagai wujud syukur atas jatah usia yang Allah anugerahkan. Jangan seperti yang disindir Allah dalam
Surat Al Hadid ayat 16 yaitu,
مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
"Orang yang bertambah usia tetapi bertambah keras hati, dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik, bertambah jauh dari agama."

Sesungguhnya setiap orang diberi jatah waktu yang sama oleh Allah SWT. Enam puluh detik dalam satu menit. Enam puluh menit dalam satu jam. Tujuh hari dalam satu minggu. Persoalannya, mau diisi dengan apa waktu-waktu tersebut ?


Semoga Allah menganugerahkan kekuatan dan kesadaran kepada kita untuk senantiasa bisa mengisi waktu-waktu tersebut dengan hal-hal yang bermanfaat, sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya yang termaktub dalam Al-Quran dan Sunah. Hal ini agar kita tidak menjadi orang-orang yang merugi.
Aamiin.

Larangan Memuji Berlebihan

Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata: Ada seseorang yang memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau bersabda:
وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قطعت عنق صاحبك – مرارا-. إِذا كانِ أَحَدُكُمْ مادِحاً صَاحِبَهُ لاَ مَحالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ فُلاناً وَاللهُ حَسِيْبُهُ وَلا أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَداً
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
Maksud kalimat ‘kamu telah memenggal leher temanmu’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mendengar seseorang memuji temannya dan berlebihan dalam memujinya maka beliau bersabda:
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ
“Sungguh kamu telah mencelakakan -atau mematahkan punggung- lelaki itu.” (HR. Muslim no. 3001)
Kalimat ‘mematahkan punggung’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:
أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002)

Penjelasan ringkas:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang berlebihan dan kelewat batas dalam memuji karena hal itu akan menimbulkan fitnah dan membahayakan orang yang dipuji. Dia akan merasa tersanjung yang kemudian akan melahirkan ‘ujub (berbangga diri), lalu akan melahirkan kesombongan, lalu akan melahirkan sikap memandang rendah orang lain, dan pada akhirnya akan menganggap semua tindakannya adalah kebenaran, wal ‘iyadzu billah, dosa besar yang melahirkan dosa besar berikutnya. Karenanya, selain melarang orang yang memuji untuk memuji berlebihan, Nabi shallallahu alaihi wasallam juga memerintahkan kepada yang dipuji untuk melindungi dirinya dari semua bahaya tersebut, yaitu dengan cara melemparkan tanah kepada orang yang berlebihan dalam memujinya agar dia berhenti dan tidak mengulanginya.

Tapi semua ini bukan berarti Islam melarang memuji orang yang pantas untuk dipuji. Karenanya kalaupun seseorang itu harus atau patut memuji orang lain maka hendaknya dia mengucapkan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam hadits Abu Bakrah di atas.

HIPNOTIS

Ilmu tentang hal-hal yang ghaib merupakan hak mutlak Allah Ta'ala , tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang mengetahui, baik itu jin atau pun selain mereka kecuali wahyu yang disampaikan oleh Allah kepada orang yang dikehedaki-Nya seperti kepada para malaikat atau para rasul-Nya. Dalam hal ini, Allah Ta'ala berfirman.

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

"Katakanlah. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah" [An-Naml : 65]

Dia juga berfirman berkenaan dengan Nabi Sulaiman dan kemampuannya menguasai bangsa jin.

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَىٰ مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنسَأَتَهُ ۖ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَن لَّوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ

"Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya ,mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan" [Saba : 14]

Demikian pula firman-Nya.

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

"(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang baik, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan dibelakangnya" [Al-Jin : 26-27]

Dalam sebuah hadits yang shahih dari An-Nuwas bin Sam'an Radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Bila Allah ingin mewahyukan suatu hal, Dia berbicara melalui wahyu, lalu lelangit menjadi gemetar –dalam riwayat lain : gemetar yang amat sangat seperti disambar petir- hal itu sebagai refleksi rasa takut mereka kepada Allah. Bila hal itu didengarkan oleh para penghuni lelangit, mereka pun pingsan dan bersimpuh sujud kepada Allah. Lalu yang pertama berani mengangkat kepalanya adalah Jibril, maka Allah berbicara kepadanya dari wahyu yang diinginkan-Nya kemudian Jibril berkata, 'Allah telah berfirman dengan al-haq dan Dialah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Besar". Semua mereka pun mengatakan hal yang sama seperti yang telah dikatakan oleh Jibril. Lantas selesailah wahyu melalui Jibril hingga kepada apa yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala terhadapnya" [1]

Di dalam hadits Shahih yang lain dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda :

"Bila Allah telah memutuskan perkara dilangit, para malaikat merentangkan sayap-sayapnya sebagai (refleksi) ketundukan terhadap firman-Nya ibarat rantai di atas batu besar yang licin yang menembus mereka. Maka bila rasa takut itu sudah hilang dari hati mereka, mereka berkata 'Apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?'. Mereka yang lain berkata malaikat (Jibril) yang mengatakan Allah telah berfirman dengan yang Hak dan Dialah Maha Tinggi Lagi Maha Besar'. Lalu hal itu didengar oleh para pencuri dengar (penguping) dan para pencuri dengan lainnya, demikian satu di atas yang lainnya. (Sufyan, periwayat hadits ini sembari menjelaskan spesifikasinya dengan tangannya ; merenggangkan jemari tangan kanannya, menegakkan sebagian ke atas sebagian yang lain). Barangkali setelah itu, anak panah telah mengenai si pendengar tersebut sebelum mengenai temannya lantas membuatnya terbakar, dan barangkali pula tidak mengenainya sehingga mengenai setelahnya yang berada di posisi lebih bawah darinya lalu mereka melemparkannya (anak panah tersebut) ke bumi –dan barangkali Sufyan berkata, 'hingga sampai ke bumi'-, lantas ia terlempar ke mulut tukang sihir, maka diapun berdusta dengan seribu dusta karenanya, namun ucapannya malah dibenarkan, maka mereka pun berkata, 'Bukankah dia telah memberitahukan kepada kita pada hari anu dan anu terjadi begini dan begitu, maka ternyata, kita telah mendapatkan hal itu benar adanya persis seperti kata yang didengar dari langit tersebut" [2]

Maka berdasarkan hal ini, tidak boleh meminta pertolongan kepada jin dan para makhluk selain mereka untuk mengetahui hal-hal ghaib, baik dengan cara memohon dan mendekatkan diri kepada mereka, memasang kayu gaharu ataupun lainnya. Bahkan itu adalah perbuatan syirik karena ia merupakan jenis ibadah padahal Allah telah memberitahukan kepada para hamba-Nya agar mengkhususkan ibadah hanya untuk-Nya semata, yaitu agar mereka mengatakan, "Hanya kepada-Mu kami menyembah (beribadah) dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan".

Juga telah terdapat hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau berkata kepada Ibnu Abbas, "Bila engkau meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah" [3]

Kedua : Hipnotis merupakan salah satu jenis sihir (perdukunan) yang mempergunakan jin sehingga si pelaku dapat menguasai diri korban, lalu berbicaralah dia melalui ucapannya dan mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebagian pekerjaan setelah dikuasainya dirinya tersebut. Hal ini bisa terkadi, jika si korban benar-benar serius bersamanya dan patuh. Sebaliknya, ini dilakukan si pelaku karena adanya imbalan darinya terhadap hal yang dijadikannya taqarrub tersebut. Jin tersebut membuat si korban berada di bawah kendali si pelaku untuk melakukan pekerjaan atau berita yang dimintanya. Bantuan tersebut diberikan oleh jin bila ia memang serius melakukannya bersama si pelaku.

Atas dasar ini, menggunakan hipnotis dan menjadikannya sebagai cara atau sarana untuk menunjukkan lokasi pencurian, benda yang hilang, mengobati pasien atau melakukan pekerjaan lain melalui si pelaku ini tidak boleh hukumnya. Bahkan, ini termasuk syirik karena alasan di atas dan karena hal itu termasuk berlindung kepada selain Allah terhadap hal yang merupakan sebab-sebab biasa dimana Allah Ta'ala menjadikannya dapat dilakukan oleh para makhluk dan membolehkannya bagi mereka.

Wa Shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad Wa Alihi Wa Shahbihi Wa Sallam

Jumat, 21 Oktober 2011

Wanita yang Berpakaian , tapi Telanjang ..... Sadarlah

Saat ini sangat berbeda dengan beberapa tahun silam. Sekarang para wanita sudah banyak yang mulai membuka aurat. Bukan hanya kepala yang dibuka atau telapak kaki, yang di mana kedua bagian ini wajib ditutupi. Namun, sekarang ini sudah banyak yang berani membuka paha dengan memakai celana atau rok setinggi betis. Ya Allah, kepada Engkaulah kami mengadu, melihat kondisi zaman yang semakin rusak ini. Kami tidak tahu beberapa tahun mendatang, mungkin kondisinya akan semakin parah dan lebih parah dari saat ini. Mungkin beberapa tahun lagi, berpakaian ala barat yang transparan dan sangat memamerkan aurat akan menjadi budaya kaum muslimin. Semoga Allah melindungi keluarga kita dan generasi kaum muslimin dari musibah ini.

Tanda Benarnya Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)

Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela dua golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.

Saudariku, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun

An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.

Makna pertama: wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.

Makna kedua: wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan kepada Allah.

Makna ketiga: wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.

Makna keempat: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)

Pengertian yang disampaikan An Nawawi di atas, ada yang bermakna konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut.
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)

Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan mengenai makna kasiyatun ‘ariyatun, “Senyatanya memang wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa. Makna lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah. Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan. Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy. Beliau mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna.

Pertama: wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang.

Kedua: wanita yang membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya telanjang.

Ketiga: wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya. (Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031)

Kesimpulannya adalah kasiyatun ‘ariyat dapat kita maknakan: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia tutup.

Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini

Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memakaian pakaian tetapi sebenarnya telanjang, dikatakan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Perhatikanlah saudariku, ancaman ini bukanlah ancaman biasa. Perkara ini bukan perkara sepele. Dosanya bukan hanya dosa kecil. Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Wanita seperti ini dikatakan tidak akan masuk surga dan bau surga saja tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan ancaman seperti ini?

An Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’. Inti dari penjelasan beliau rahimahullah:
Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya haram dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih menganggap halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib ditutup (atau menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini kafir, kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk surga selamanya.
Dapat kita maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga untuk pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan masuk surga. Wallahu Ta’ala a’lam. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)

Jika ancaman ini telah jelas, lalu kenapa sebagian wanita masih membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai rok hanya setinggi betis? Kenapa mereka begitu senangnya memamerkan paha di depan orang lain? Kenapa mereka masih senang memperlihatkan rambut yang wajib ditutupi? Kenapa mereka masih menampakkan telapak kaki yang juga harus ditutupi? Kenapa pula masih memperlihatkan leher?!

Sadarlah, wahai saudariku! Bangkitlah dari kemalasanmu! Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Mulailah dari sekarang untuk merubah diri menjadi yang lebih baik ....

Hasbunallah wa ni'mal wakiil

Alhamdulillah, wash sholaatu was salaamu 'ala Rosulillah wa 'ala aalihi wa shohbihi.

Kalimat ini termasuk dzikir sederhana, namun mengandung makna yang luar biasa. Dzikir ini menandakan bahwa seorang hamba hanya pasrah pada Allah dan menjadikan-Nya sebagai tempat bersandar.

Allah Ta'ala menceritakan mengenai Rasul dan sahabatnya dalam firman-Nya,

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

"(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, "hasbunallah wa ni'mal wakiil [cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung]". " (QS. Ali 'Imron: 173)

Kata sahabat Ibnu 'Abbas, ia berkata bahwa "hasbunallah wa ni'mal wakiil" adalah perkataan Nabi 'Ibrahim 'alaihis salaam ketika beliau ingin dilempar di api. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan kalimat tersebut dalam ayat,

إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

"Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". (HR. Bukhari no. 4563)

Renungkanlah Maknanya!

Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir berkata bahwa maksud "hasbunallah" ialah Allah-lah yang mencukupi segala urusan mereka. Sedangkan "al wakiil", kata Al Faro' berarti orang yang mencukupi. Demikian pula kata Ibnul Qosim. Sedangkan Ibnu Qutaibah berkata bahwa makna "al wakiil" adalah yang bertanggung jawab (yang menjamin). Al Khottobi berkata bahwa "al wakiil" adalah yang bertanggung jawab memberi rizki dan berbagai maslahat bagi hamba.

Dalam tafsir Al Jalalain disebutkan makna dzikir di atas ialah Allah-lah yang mencukupi urusan mereka dan Allah-lah sebaik-baik tempat bersandar dalam segala urusan.

Syaikh As Sa'di dalam kitab tafsirnya memaparkan, "Maksud 'hasbunallah' adalah Allah-lah yang mencukupi urusan mereka dan 'ni'mal wakiil' adalah Allah-lah sebaik-baik tempat bersandar segala urusan hamba dan yang mendatangkan maslahat."

Syaikh Al Imam Al 'Arif rahimahullah berkata bahwa dalam hadits di atas adalah isyarat dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada para sahabatnya agar mereka rujuk (kembali) pada Allah Ta'ala, bersandar pada-Nya, sadar bahwa tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari-Nya. … Kalimat "hasbunallah" adalah tanda bahwa hamba benar-benar butuh pada Allah dan itu sudah amat pasti. Lalu tidak ada keselamatan kecuali dari dan dengan pertolongan Allah. Tidak ada tempat berlari kecuali pada Allah. Allah Ta'ala berfirman,

فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ

"Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. " (QS. Adz Dzariyat: 50) (Bahrul Fawaid karya Al Kalabadzi)

Allah-lah Yang Mencukupi

Allah Ta'ala berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3). Al Qurtubhi rahimahullah menjelaskan pula tentang surat Ath Tholaq ayat 3 dengan mengatakan, “Barangsiapa yang menyandarkan dirinya pada Allah, maka Allah akan beri kecukupan pada urusannya.”

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ

"Barangsiapa menyandarkan diri pada sesuatu, maka hatinya akan dipasrahkan padanya" (HR. Tirmidzi no. 2072, hadits ini hasan kata Syaikh Al Albani). Artinya di sini, barangsiapa yang menjadikan makhluk sebagai sandaran hatinya, maka Allah akan membuat makhluk tersebut jadi sandarannya. Maksudnya, urusannya akan sulit dijalani. Hati seharusnya bergantung pada Allah semata, bukan pada makhluk. Jika Allah menjadi sandaran hati, tentu segala urusan akan semakin mudah. Karena Allah-lah yang mendatangkan berbagai kemudahan dan segala sesuatu akan menjadi mudah jika dengan kehendak-Nya.

Ya Allah … Engkau-lah yang mencukupi segala urusan kami, tahu manakah yang maslahat dan yang mengatur segala rizki kami.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. Wa shallallahu 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

ALLAH AKAN MENERIMA TOBAT UMATNYA

"Aku ingin bertaubat hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku pernah terjerumus dalam zina. Sampai-sampai aku pun hamil dan sengaja membunuh jiwa dalam kandungan. Aku ingin berubah dan bertaubat. Mungkinkah Allah mengampuni dosa-dosaku?!"

Sebagai nasehat dan semoga tidak membuat kita berputus dari rahmat Allah, cobalah kita lihat sebuah kisah yang pernah disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran-pelajaran berharga di dalamnya.


Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa

Kisah ini diriwayatkan dari Abu Sa'id Sa'ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أنّ نَبِيَّ الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وتِسْعينَ نَفْساً ، فَسَأَلَ عَنْ أعْلَمِ أَهْلِ الأرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ ، فَأَتَاهُ . فقال : إنَّهُ قَتَلَ تِسعَةً وتِسْعِينَ نَفْساً فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوبَةٍ ؟ فقالَ : لا ، فَقَتَلهُ فَكَمَّلَ بهِ مئَةً ، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ . فقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ مِئَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فقالَ : نَعَمْ ، ومَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وبَيْنَ التَّوْبَةِ ؟ انْطَلِقْ إِلى أرضِ كَذَا وكَذَا فإِنَّ بِهَا أُناساً يَعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعَهُمْ ، ولاَ تَرْجِعْ إِلى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أرضُ سُوءٍ ، فانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ ، فاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ ومَلائِكَةُ العَذَابِ . فَقَالتْ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ : جَاءَ تَائِباً ، مُقْبِلاً بِقَلبِهِ إِلى اللهِ تَعَالَى ، وقالتْ مَلائِكَةُ العَذَابِ : إنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خَيراً قَطُّ ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ في صورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ
- أيْ حَكَماً - فقالَ : قِيسُوا ما بينَ الأرضَينِ فَإلَى أيّتهما كَانَ أدنَى فَهُوَ لَهُ . فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أدْنى إِلى الأرْضِ التي أرَادَ ، فَقَبَضَتْهُ مَلائِكَةُ الرَّحمةِ )) مُتَّفَقٌ عليه .

"Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.

Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang 'alim. Lantas ia bertanya pada 'alim tersebut, ”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta'ala, maka sembahlah Allah bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh malaikat rahmat."1

Beberapa Faedah Hadits

Pertama: Luasnya ampunan Allah

Hadits ini menunjukkan luasnya ampunan Allah. Hal ini dikuatkan dengan hadits lainnya,

حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً »

Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta'ala berfirman (yang artinya), ”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.”2

Kedua: Allah akan mengampuni setiap dosa meskipun dosa besar selama mau bertaubat

Selain faedah dari hadits ini, kita juga dapat melihat pada firman Allah Ta'ala,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53). Ibnu Katsir mengatakan, ”Ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat baik kekafiran dan lainnya untuk segera bertaubat kepada Allah. Ayat ini mengabarkan bahwa Allah akan mengampuni seluruh dosa bagi siapa yang ingin bertaubat dari dosa-dosa tersebut, walaupun dosa tersebut amat banyak, bagai buih di lautan. ”3

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosa walaupun itu dosa kekufuran, kesyirikan, dan dosa besar (seperti zina, membunuh dan minum minuman keras). Sebagaimana Ibnu Katsir mengatakan, ”Berbagai hadits menunjukkan bahwa Allah mengampuni setiap dosa (termasuk pula kesyirikan) jika seseorang bertaubat. Janganlah seseorang berputus asa dari rahmat Allah walaupun begitu banyak dosa yang ia lakukan karena pintu taubat dan rahmat Allah begitu luas.”4

Ketiga: Janganlah membuat seseorang putus asa dari rahmat Allah

Ketika menjelaskan surat Az Zumar ayat 53 di atas, Ibnu Abbas mengatakan, “Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang Kitabullah ‘azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk bertaubat sampai Allah memberi taufik padanya untuk bertaubat.”5

Keempat: Seseorang yang melakukan dosa beberapa kali dan ia bertaubat, Allah pun akan mengampuninya

Sebagaimana disebutkan pula dalam hadits lainnya, dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diceritakan dari Rabbnya ‘azza wa jalla,

أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَبْدِى أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ. ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ أَىْ رَبِّ اغْفِرْ لِى ذَنْبِى. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَذْنَبَ عَبْدِى ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ

“Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu dia mengatakan ‘Allahummagfirliy dzanbiy’ [Ya Allah, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa’. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, lalu dia mengatakan, ‘Ay robbi agfirli dzanbiy’ [Wahai Rabb, ampunilah dosaku]. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, lalu dia mengetahui bahwa dia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menghukumi setiap perbuatan dosa. Beramallah sesukamu, sungguh engkau telah diampuni.”6 An Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘beramallah sesukamu’ adalah selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu.

An Nawawi mengatakan, ”Seandainya seseorang berulang kali melakukan dosa hingga 100 kali, 1000 kali atau lebih, lalu ia bertaubat setiap kali berbuat dosa, maka pasti Allah akan menerima taubatnya setiap kali ia bertaubat, dosa-dosanya pun akan gugur. Seandainya ia bertaubat dengan sekali taubat saja setelah ia melakukan semua dosa tadi, taubatnya pun sah.”7

Ya Rabb, begitu luas sekali rahmat dan ampunan-Mu terhadap hamba yang hina ini …

Kelima: Diterimanya taubat seorang pembunuh

An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ini adalah madzhbab para ulama dan mereka pun berijma' (bersepakat) bahwa taubat seorang yang membunuh dengan sengaja, itu sah. Para ulama tersebut tidak berselisih pendapat kecuali Ibnu 'Abbas. Adapun beberapa perkataan yang dinukil dari sebagian salaf yang menyatakan taubatnya tidak diterima, itu hanyalah perkataan dalam maksud mewanti-wanti besarnya dosa membunuh dengan sengaja. Mereka tidak memaksudkan bahwa taubatnya tidak sah.”8

Keenam: Orang yang bertaubat hendaknya berhijrah dari lingkungan yang jelek

An Nawawi mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan orang yang ingin bertaubat dianjurkan untuk berpindah dari tempat ia melakukan maksiat.”9

Ketujuh: Memperkuat taubat yaitu berteman dengan orang yang sholih

An Nawawi mengatakan, ”Hendaklah orang yang bertaubat mengganti temannya dengan teman-teman yang baik, sholih, berilmu, ahli ibadah, waro'dan orang-orang yang meneladani mereka-mereka tadi. Hendaklah ia mengambil manfaat ketika bersahabat dengan mereka.”10
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.”11

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”12

Kedelapan: Keutamaan ilmu dan orang yang berilmu

Dalam hadits ini dapat kita ambil pelajaran pula bahwa orang yang berilmu memiliki keutamaan yang luar biasa dibanding ahli ibadah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits lainnya, dari Abu Darda', Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ

Dan keutamaan orang yang berilmu dibanding seorang ahli ibadah adalah bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama dibanding bintang-bintang lainnya.13 Al Qodhi mengatakan, ”Orang yang berilmu dimisalkan dengan bulan dan ahli ibadah dimisalkan dengan bintang karena kesempurnaan ibadah dan cahayanya tidaklah muncul dari ahli ibadah. Sedangkan cahaya orang yang berilmu berpengaruh pada yang lainnya.”14

Kesembilan: Orang yang berfatwa tanpa ilmu hanya membawa kerusakan

Lihatlah bagaimana kerusakan yang diperbuat oleh ahli ibadah yang berfatwa tanpa dasar ilmu. Ia membuat orang lain sesat bahkan kerugian menimpa dirinya sendiri. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Umar bin 'Abdul 'Aziz,

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ

Barangsiapa beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada perbaikan yang dilakukan.15

Syarat Diterimanya Taubat

Syarat taubat yang mesti dipenuhi oleh seseorang yang ingin bertaubat adalah sebagai berikut:

Pertama: Taubat dilakukan dengan ikhlas, bukan karena makhluk atau untuk tujuan duniawi.

Kedua: Menyesali dosa yang telah dilakukan sehingga ia pun tidak ingin mengulanginya kembali.

Ketiga: Tidak terus menerus dalam berbuat dosa. Maksudnya, apabila ia melakukan keharaman, maka ia segera tinggalkan dan apabila ia meninggalkan suatu yang wajib, maka ia kembali menunaikannya. Dan jika berkaitan dengan hak manusia, maka ia segera menunaikannya atau meminta maaf.

Keempat: Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi karena jika seseorang masih bertekad untuk mengulanginya maka itu pertanda bahwa ia tidak benci pada maksiat.

Kelima: Taubat dilakukan pada waktu diterimanya taubat yaitu sebelum datang ajal atau sebelum matahari terbit dari arah barat. Jika dilakukan setelah itu, maka taubat tersebut tidak lagi diterima.

Inilah syarat taubat yang biasa disebutkan oleh para ulama.

Penutup

Saudaraku yang sudah bergelimang maksiat dan dosa. Kenapa engkau berputus asa dari rahmat Allah? Lihatlah bagaimana ampunan Allah bagi setiap orang yang memohon ampunan pada-Nya. Orang yang sudah membunuh 99 nyawa + 1 pendeta yang ia bunuh, masih Allah terima taubatnya. Lantas mengapa engkau masih berputus asa dari rahmat Allah?!

Orang yang dulunya bergelimang maksiat pun setelah ia taubat, bisa saja ia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya. Ia bisa menjadi muslim yang sholih dan muslimah yang sholihah. Itu suatu hal yang mungkin dan banyak sekali yang sudah membuktikannya. Mungkin engkau pernah mendengar nama Fudhail bin Iyadh. Dulunya beliau adalah seorang perampok. Namun setelah itu bertaubat dan menjadi ulama besar. Itu semua karena taufik Allah. Kami pun pernah mendengar ada seseorang yang dulunya terjerumus dalam maksiat dan pernah menzinai pacarnya. Namun setelah berhijrah dan bertaubat, ia pun menjadi seorang yang alim dan semakin paham agama. Semua itu karena taufik Allah. Dan kami yakin engkau pun pasti bisa lebih baik dari sebelumnya. Semoga Allah beri taufik.

Ingatlah bahwa orang yang berbuat dosa kemudia ia bertaubat dan Allah ampuni, ia seolah-olah tidak pernah berbuat dosa sama sekali. Dari Abu 'Ubaidah bin 'Abdillah dari ayahnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ

Orang yang bertaubat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa itu sama sekali.16

Setiap hamba pernah berbuat salah, namun hamba yang terbaik adalah yang rajin bertaubat. Dari Anas, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Semua keturunan Adam adalah orang yang pernah berbuat salah. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.17

Orang yang bertaubat akan Allah ganti kesalahan yang pernah ia perbuat dengan kebaikan. Sehingga seakan-akan yang ada dalam catatan amalannya hanya kebaikan saja. Allah Ta'ala berfirman,

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon: 70)

Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Allah akan mengganti amalan kejelekan yang diperbuat seseorang dengan amalan sholih. Allah akan mengganti kesyirikan yang pernah ia perbuat dengan keikhlasan. Allah akan mengganti perbuatan maksiat dengan kebaikan. Dan Allah pun mengganti kekufurannya dahulu dengan keislaman.”18

Sekarang, segeralah bertaubat dan memenuhi syarat-syaratnya. Lalu perbanyaklah amalan kebaikan dengan melaksanakan yang wajib-wajib dan sempurnakan dengan shalat sunnah, puasa sunnah dan sedekah, karena amalan kebaikan niscaya akan menutupi dosa-dosa yang telah engkau perbuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan sebuah nasehat berharga kepada Abu Dzar Al Ghifariy Jundub bin Junadah,

اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutkanlah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya dan berakhlaqlah dengan sesama dengan akhlaq yang baik.”19

Semoga Allah menerima setiap taubat dan ampunan kita. Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk menggapai ridho-Nya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

DUA ASAL POKO AJARAN MUSYRIK

Dalam Qo’idah Jalilah fi At Tawasul Al Wasilah yang ditulis oleh Abul ‘Abbas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, banyak sekali faedah berharga dari kitab tersebut yang bisa kita gali. Di antaranya adalah mengenai dari manakah asal pokok ajaran orang musyrik dari zaman ke zaman.

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan,

Orang-orang musyrik yang Allah dan Rasul-Nya mensifati mereka dengan syirik, asal pokok ajaran mereka adalah dari dua kelompok, yaitu dari kaum Nuh dan kaum Ibrahim.

Pada kaum Nuh, asal kesyirikan yang mereka perbuat adalah dari beri’tikaf (berdiam) di kuburan orang-orang sholeh, lalu mereka membuat patung-patung mereka dan akhirnya mereka menyembah orang-orang sholeh tersebut.

Pada kaum Ibrahim, asal kesyirikan yang mereka perbuat adalah dengan beribadah pada bintang-bintang, matahari dan rembulan.

Setiap dari mereka sebenarnya menyembah jin (jin yang durhaka, yaitu setan, -pen). Setan sebenarnya-lah yang berbicara dengan orang-orang musyrik dan menolong mereka pada suatu urusan. Namun orang-orang musyrik tersebut malah yakin bahwa yang mereka sembah adalah malaikat. Sebenarnya mereka hanyalah menyembah jin. Jin-lah yang sebenarnya menolong dan ridho akan syirik yang mereka perbuat. Allah Ta’ala berfirman,

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَائِكَةِ أَهَؤُلَاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ (40) قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ (41)

Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada Malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?" Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau. Engkaulah pelindung Kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".” (QS. Saba’: 40-41)

***

Faedah dari kitab Qo’idah Jalilah fi At Tawasul Al Wasilah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Ar Riasah Al ‘Ammah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, cetakan ketiga, 1429, hal. 39.

SEHAT LEBIH BAIK DARIPADA SAKIT

Sebagian orang mungkin merasakan penuh kesusahan tatkala ia kekurangan harta atau punya banyak hutang sehingga membawa pikiran dan tidur tak nyenyak. Padahal ia masih diberi kesehatan, masih kuat beraktivitas. Juga ia masih semangat untuk beribadah dan melakukan ketaatan lainnya. Perlu diketahui bahwa nikmat sehat itu sebenarnya lebih baik dari nikmat kaya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ

Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69, shahih kata Syaikh Al Albani)

Orang Kaya Lagi Bertakwa

As Suyuthi rahimahullah menjelaskan bahwa orang kaya namun tidak bertakwa maka akan binasa karena ia akan mengumpulkan harta yang bukan haknya dan akan menghalangi yang bukan haknya serta meletakkan harta tersebut bukan pada tempatnya. Jika orang kaya itu bertakwa maka tidak ada kekhawatiran seperti tadi, bahkan yang datang adalah kebaikan.

Benarlah kata Imam As Suyuthi. Orang yang kaya namun tidak bertakwa akan memanfaatkan harta semaunya saja, tidak bisa memilih manakah jalan kebaikan untuk penyaluran harta tersebut. Akhirnya harta tersebut dihamburkan foya-foya.

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa tidak mengapa seorang muslim itu kaya asalkan bertakwa, tahu manakah yang halal dan haram, ia mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram. Terdapat hadits dari Jabir bin ‘Abdillah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ

"Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram." (HR. Ibnu Majah no. 2144, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).

Sehat Bagi Orang Bertakwa

Sehat bagi orang bertakwa lebih baik daripada kaya harta. Karena kata para ulama bahwa sehatnya jasad bisa menolong dalam beribadah. Jadi sehat sungguh nikmat yang luar biasa. Sedangkan orang yang sudah kepayahan dan tua renta akan menghalanginya dari ibadah, walaupun ia memiliki harta yang melimpah. Jadi sehat itu lebih baik dari kaya karena orang yang kaya sedangkan ia dalam keadaan lemah (sudah termakan usia) tidak jauh beda dengan mayit.

Sungguh mahal untuk membayar ginjal agar bisa berfungsi baik. Banyak harta yang mesti dikeluarkan agar paru-paru dapat bekerja seperti sedia kala. Agar lambung bekerja normal, itu pun butuh biaya yang tidak sedikit. Namun terkadang agar organ-organ tubuh tadi bisa bekerja dengan baik seperti sedia kala tidak bisa diganti dengan uang. Di kala organ tubuh yang ada itu sehat, mari kita manfaatkan dalam ketaatan. Jangan sampai ketika datang sakit atau organ tersebut tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya, baru kita menyesal.

Rajin bersyukurlah pada Allah tatkala diberi kesehatan walaupun mungkin harta pas-pasan. Rajin-rajinlah bersyukur dengan gemar lakukan ketaatan dan ibadah yang wajib, maka niscaya Allah akan beri kenikmatan yang lainnya. Syukurilah nikmat sehat sebelum datang sakit. Ingatlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفِرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: waktu mudamu sebelum masa tuamu, waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, waktu kayamu sebelum waktu fakirmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrok, 4/341, dari Ibnu ‘Abbas. Hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Cerianya Hati

Hati yang bahagia juga termasuk nikmat. Meskipun hidup di bawah jembatan, penuh kesusahan, hidup pas-pasan, namun hati bahagia karena dekat dengan Allah, maka itu adalah nikmat. Nikmat seperti ini tetap harus disyukuri meski kesulitan terus mendera. Ingatlah letak bahagia bukanlah pada harta, namun hati yang selalu merasa cukup, yaitu hati yang memiliki sifat qona’ah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Yang namanya kaya (ghina’) bukanlah dengan banyaknya harta (atau banyaknya kemewahan dunia). Namun yang namanya ghina’ adalah hatiu yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051)

Doa Agar Tetap Diberi Kesehatan

Dari 'Abdullah bin 'Umar, dia berkata, "Di antara doa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

ALLOOHUMMA INNII A'UUDZU BIKA MIN ZAWAALI NI'MATIK, WA TAHAWWULI 'AAFIYATIK, WA FUJAA'ATI NIQMATIK, WA JAMII'I SAKHOTHIK” [Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan yang telah Engkau berikan, dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan, dari siksa-Mu yang datang secara tiba-tiba, dan dari segala kemurkaan-Mu]. (HR. Muslim no. 2739).

Wallahu waliyyut taufiq. Semoga Allah senantiasa memberi kita kemudahan untuk taat padanya dan menjauhi maksiat, serta moga kita terus diberi nikmat sehat.

JADIKANLAH ISTIRAHATMU BERNILAI DI SISI ALLAH

Istirahat atau tidur adalah salah satu aktivitas harian yang diharapkan bisa bernilai ibadah di sisi Allah. Melanjutkan edisi sebelumnya, bahasan kali ini akan menginjak permasalahan doa dan adab tidur lainnya.

Rasulullah n telah memberikan bimbingan agar berdoa di dalam tidur kita. Tentunya dengan harapan agar istirahat kita bisa berbarakah dan bernilai ibadah di sisi Allah. Rasulullah n bersabda:

“Barangsiapa duduk di sebuah tempat dan tidak berdzikir kepada Allah maka akan diberikan kekurangan oleh Allah. Dan barangsiapa mengambil tempat tidurnya dan tidak berdzikir kepada Allah maka dia tidak mendapatkan dari-Nya melainkan keku-rangan.”
Diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud dalam Sunan beliau no. 4805, 5059 dan An-Nasa`i dalam kitab ‘Amal Al-Yaum Wal Lailah no. 404, dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali di dalam kitab Bahjatun Nazhirin 2/109, Asy-Syaikh Al-Albani di dalam kitab As-Shahihah no. 78, dan Shahih Sunan Abu Dawud no. 4065.
Dalam pembahasan sebelumnya, telah kita simak beberapa doa yang telah diajarkan Rasulullah n untuk diamalkan. Dan kita yakin, setiap bimbingan ada keutamaannya sendiri dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah. Abdullah bin Mas’ud z berkata:

“Tidur ketika berdzikir adalah dari setan dan jika kalian ingin (mengetahuinya) maka cobalah. Dan apabila seseorang dari kalian menuju pembaringannya dan dia ingin tidur, maka hendaklah dia berdzikir kepada Allah.”1
Ibnul Qayyim t menjelaskan: “Barangsiapa mempelajari sifat tidur dan bangun Rasulullah n, dia akan menjumpai bahwa tidur beliau adalah tidur paling nyaman dan lebih memberikan manfaat kepada badan dan semua anggotanya, serta memberikan kekuatan.
Beliau tidur di awal malam dan bangun pada akhir pertengahan kedua dari malam. Beliau bangun dan menggosok gigi dengan siwak dan berwudhu. Dan beliau mendirikan shalat yang telah diwajibkan Allah atas beliau. Dengan itu, badan, semua anggotanya, dan tenaga, mengambil manfaat dari tidur dan istirahatnya itu. Dan juga olahraga, bersamaan dengan limpahan pahala. Tentu ini merupakan puncak kebagusan hati dan badan, dunia dan akhirat.
Beliau tidak tidur melebihi kebutuhan dan tidak meninggalkannya melebihi yang dibutuhkan badan. Dan beliau melaksana-kannya dengan cara yang sempurna. Beliau tidur di atas lambung sebelah kanan dalam keadaan berdzikir kepada Allah hingga mata beliau terpejam.” (Lihat Zadul Ma’ad, 2/142)

Doa-doa ketika Hendak Tidur
Di antara doa-doa yang beliau baca adalah:
q Membaca Ayat Kursi
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah n dalam sunnah taqririyah beliau ketika setan mengajarkan tameng dari sebuah kejahatan kepada Abu Hurairah z, dia berkata:

“Apabila kamu menuju ranjang pembaringanmu, maka bacalah ayat kursi. Niscaya kamu terus bersama penolong dari Allah dan setan tidak akan mendekatimu sampai datang waktu pagi.” Rasulullah n bersabda: “Dia benar dan dia adalah seorang pendusta. Dia itu setan.”2
q Membaca Dua Surat yaitu Alif Lam Mim As-Sajadah dan Al-Mulk
Hal ini dijelaskan Rasulullah n dalam riwayat Jabir bin Abdullah z, beliau berkata:

“Adalah Rasulullah tidak tidur sehingga beliau membaca (surat) Alif Laam Mim Tanzil dan Tabaarakalladzi biyadihi Al-Mulk.”3
q Membaca Doa-doa di bawah ini:
1. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan beliau no. 5045 dari Hafshah x, beliau berkata: “Apabila Rasulullah n hendak tidur beliau meletakkan tangan kanannya di atas pipi beliau, dan berkata:

“Ya Allah, lindungilah aku dari adzabmu pada hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi no. 3638 dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman z dan dari shahabat Al-Bara` bin ‘Azib z no. 3639, dan Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab Adab Al-Mufrad no. 1215.
2. Diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi no. 3636 dari shahabat Anas bin Malik z, berkata: “Adalah Rasulullah n apabila beranjak ke tempat pembaringan, beliau berdoa:

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan, minum, yang telah mencukupi dan melindungi kami. Betapa banyak orang yang tidak memiliki yang akan mencukupi dan melindunginya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih beliau no. 2715, dan Al-Imam Abu Dawud no. 5053.
3. Diriwayatkan Al-Imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah no. 2714 bahwa Rasulullah n bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian menuju pembaringannya, hendaklah dia mengambil ujung sarungnya lalu mengibaskannya ke tempat tidurnya. Dan hendaklah dia menyebut nama Allah karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi kemudian. Dan bila dia akan berbaring, maka berbaringlah di atas lambung sebelah kanan dan mengucapkan:

“Maha Suci Engkau ya Allah, wahai Rabbku. Karena Engkau aku meletakkan lambungku dan karena Engkau aku mengang-katnya. Dan jika Engkau menahan jiwaku, maka ampunilah ia. Dan jika Engkau mele-paskannya kembali maka peliharalah ia sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.”
4. Diriwayatkan Al-Imam Muslim dari Suhail dari Abu Shalih dan Abu Shalih mengatakan: Kami meriwayatkannya dari Abu Hurairah z. Suhail mengatakan Abu Shalih memerintahkan kami, apabila salah seorang dari kami akan tidur hendaklah dia tidur di atas lambung sebelah kanan kemudian berkata:


“Wahai Rabb kami, pemilik langit dan bumi serta pemilik ‘Arsy yang agung. Wahai Rabb kami dan Rabb segala sesuatu, Yang membelah biji-bijian, Yang menurunkan Taurat, Injil, dan Furqan. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu, Engkaulah yang memegang ubun-ubunnya. Ya Allah, Engkau yang Awwal dan tidak ada sesuatupun sebelum-Mu, Engkau yang akhir dan tidak ada sesuatupun setelah-Mu, Engkau yang Dhahir tidak ada sesuatu di atas Engkau, dan Engkau yang Batin dan tidak ada sesuatu di bawah-Mu. Tunaikanlah hutang kami dan cukupkanlah kami dari kefakiran.”
Dan masih banyak lagi wirid-wirid yang dibaca Rasululah n dan jika dijabarkan tidak akan mencukupi dengan pembahasan singkat ini.
Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Lebih utama bagi seseorang untuk mem-baca seluruh doa yang tersebut dalam bab ini. Namun bila tidak memungkinkan, hen-daknya dia membaca doa terpenting yang dia mampu.” (Al-Adzkar, hal. 80, ed)
Dan jika ingin mengetahui lebih jauh dapat dilihat dalam kitab Al-Adzkar karya Al-Imam An-Nawawi dan tahqiqnya.

Bila Terjaga di Malam Hari
Apakah ada tuntunan doa yang diajarkan Rasulullah n bila seseorang terjaga di malam hari?
Tentu ada. Diriwayatkan Al-Imam Abu Dawud (no. 5060) dari shahabat ‘Ubadah bin Ash-Shamit z berkata: Rasulullah n bersabda: “Barangsiapa terjaga lalu berdoa ketika bangunnya:

“La ilaha illallah tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah, dan segala pujian milik Allah dan tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah. Allah Maha Besar dan tidak ada daya dan kekuatan melainkan milik Allah lalu dia berdoa: “Wahai Rabbku ampunilah aku!” –Walid berkata– bila dia berdoa niscaya akan diampuni dan bila dia bangun kemudian berwudhu lalu shalat akan diterima shalatnya.”
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah (no. 3478) dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan keduanya (yakni Abu Dawud dan Ibnu Majah). Bahkan juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit z((ed).

Doa Bangun dari Tidur
Bila bangun dari tidur Rasulullah n berdoa:

“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah matinya kami dan kepada-Nya kami akan dibangkitkan.”4

Bersiwak bila Bangun dari Tidur
Diceritakan oleh Hudzaifah bin Al-Yaman z tentang perbuatan Rasulullah n ketika bangun dari tidur:

“Adalah Rasulullah n apabila bangun di malam hari beliau menggosok mulut dengan siwak.”5

Cara Tidur yang Dilarang
Ya’isy bin Thikhfah Al-Ghifari berkata: “Bapakku menceritakan kepadaku bahwa ketika aku tidur di masjid di atas perutku (tengkurap), tiba-tiba ada seseorang yang menggerakkan kakiku dan berkata:

“Sesungguhnya tidur yang seperti ini dimurkai Allah.”
(bapakku berkata): “Setelah aku melihat ternyata beliau adalah Rasulullah n.”6
Dan hadits ini diriwayatkan dari shahabat yang lain yaitu Abu Dzar z, diriwayatkan Al-Imam Ibnu Majah no. 3724 dan dari Abu Hurairah z, diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi no. 2230.

Bila Bermimpi
Di dalam kitab-kitab yang menghim-pun Sunnah Rasulullah n, ahlul hadits membawakan permasalahan mimpi dan ta’birnya. Hal ini menunjukkan bahwa ta’bir/takwil mimpi adalah sesuatu yang sangat penting untuk diilmui. Kita tidak hendak menjelaskannya secara detail di sini, hanya sebatas adab bila bermimpi.
Rasulullah n banyak menjelaskannya di dalam sabda-sabda beliau dan telah diriwayatkan sejumlah shahabat Rasulullah n di antaranya Abu Hurairah, ‘Ubadah bin Ash-Shamit, Anas bin Malik, Abu Qatadah, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Umar, dan selain mereka seperti:

“Apabila zaman berdekatan, hampir-hampir (mimpi) orang beriman tidak pernah meleset dan mimpinya orang yang beriman merupakan satu bagian dari 46 bagian nubuwwah.”7
a. Macam Mimpi
Disebutkan oleh Rasulullah n bahwa mimpi ada tiga macam:
Pertama: Mimpi yang baik, dan ini merupakan kabar yang baik dari Allah.
Kedua: Mimpi yang buruk, dan ini dari setan.
Ketiga: Mimpi tentang apa yang terbetik di dalam diri.
Ketiga jenis mimpi ini disebutkan oleh Rasulullah n, dalam hadits yang diriwayat-kan Al-Imam Muslim dan selain beliau no. 2263 dari Abu Hurairah z.
b. Adab bila Bermimpi
Ini termasuk kesempurnaan Islam. Tidak ada sesuatupun dalam Islam yang lepas dari bimbingan syariat. Maka berbaha-gialah orang yang menerima bimbingan Allah dan Rasul-Nya.
q Adab Bila Bermimpi yang Baik
Rasulullah n telah menjelaskan sebuah adab bila seseorang bermimpi dengan mimpi yang baik. Diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari no. 6985 dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri z bahwa beliau telah mendengar Rasululah bersabda:

“Apabila seseorang bermimpi yang disukainya maka sesungguhnya datang dari Allah, hendaklah dia memuji Allah dan menceritakannya kepada orang lain.”
Dalam hadits di atas ada dua adab yang disebutkan Rasulullah n bila bermimpi baik, yaitu memuji Allah dengan menga-takan: Alhamdulillah, dan menceritakannya kepada orang lain.
q Adab Bila bermimpi yang Buruk
Rasulullah n telah menjelaskannya dalam lanjutan hadits di atas yaitu:

“Apabila dia bermimpi yang selain itu (yakni yang tidak disukai), maka itu datangnya dari setan. Hendaklah dia berlindung dari (kejahatan) setan dan jangan menceritakannya kepada orang lain karena hal itu tidak akan membahayakannya.”
Di dalam hadits ini ada dua adab yang disebutkan Rasulullah n yaitu: berlindung kepada Allah dari kejahatan setan dan jangan dia menceritakannya kepada orang lain.”
Rasulullah n menyebutkan adab yang lain bila bermimpi buruk, seperti:
- Meludah tiga kali ke arah kiri
Hal ini dijelaskan Rasululah n dalam sabda beliau dari shahabat Abu Qatadah diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari no. 6986 dan Muslim no. 2261:

“Hendaklah dia meludah sedikit8 tiga kali.”
- Mengubah posisi tidur
Dijelaskan Rasulullah n dalam riwa-yat Jabir bin Abdullah z, diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim no. 2261:

“Dan hendaklah dia berpindah dari posisi tidur sebelumnya.”
- Shalat
Dijelaskan oleh Rasulullah n dalam sabda beliau sebagai-mana dalam riwayat Abu Hurairah z, diriwayatkan Al-Imam Muslim no. 2263:

“Maka hendaklah dia shalat.”
Ini beberapa pembahasan singkat bila bermimpi ketika tidur.

Penutup
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa tidur itu ada dua fungsi dan faidah bagi setiap orang.
Pertama: Memberikan rasa nyaman kepada badan dari rasa lelah
Kedua: Menghancurkan makanan dan mematangkan segala campuran makanan. (Lihat Zadul Ma’ad 2/143)
Wallahu a’lam.

MENSYUKURI SEDIKIT NIKMAT

Alhamdulillah, puji syukur pada Allah pemberi berbagai macam nikmat. Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan pada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Setiap saat kita telah mendapatkan nikmat yang banyak dari Allah, namun kadang ini terus merasa kurang, merasa sedikit nikmat yang Allah beri. Allah beri kesehatan yang jika dibayar amatlah mahal. Allah beri umur panjang, yang kalau dibeli dengan seluruh harta kita pun tak akan sanggup membayarnya. Namun demikianlah diri ini hanya menggap harta saja sebagai nikmat, harta saja yang dianggap sebagai rizki. Padahal kesehatan, umur panjang, lebih dari itu adalah keimanan, semua adalah nikmat dari Allah yang luar biasa.

Syukuri yang Sedikit

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667). Hadits ini benar sekali. Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri rizki yang banyak, rizki yang sedikit dan tetap terus Allah beri sulit untuk disyukuri? Bagaimana mau disyukuri? Sadar akan nikmat tersebut saja mungkin tidak terbetik dalam hati.

Kita Selalu Lalai dari 3 Nikmat

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.

Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba.

Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.

Ketiga, adalah nikmat yang tidak dirasakan.

Ibnul Qoyyim menceritakan bahwa ada seorang Arab menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin. Semoga Allah senantiasa memberikanmu nikmat dan mengokohkanmu untuk mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan nikmat yang engkau harap-harap dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan kontinu dalam melakukan ketaatan pada-Nya. Semoga Allah juga menampakkan nikmat yang ada padamu namun tidak engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.” Ar Rosyid terkagum-kagum dengan ucapan orang ini. Lantas beliau berkata, “Sungguh bagus pembagian nikmat menurutmu tadi.” (Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, terbitan, Darul ‘Aqidah, hal. 165-166).

Itulah nikmat yang sering kita lupakan. Kita mungkin hanya tahu berbagai nikmat yang ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah, motor yang bagus, gaji yang wah, dsb. Begitu juga kita senantiasa mengharapkan nikmat lainnya semacam berharap agar tetap istiqomah dalam agama ini, bahagia di masa mendatang, hidup berkecukupan nantinya, dsb. Namun, ada pula nikmat yang mungkin tidak kita rasakan, padahal itu juga nikmat.

Kesehatan Juga Nikmat

Bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah uang, makanan dan harta mewah. Padahal kondisi sehat yang Allah beri dan waktu luang pun nikmat. Bahkan untuk sehat jika kita bayar butuh biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan.

Dua nikmat ini seringkali dilalaikan oleh manusia –termasuk pula hamba yang faqir ini-. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, ”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang memiliki dua nikmat ini (yaitu waktu senggang dan nikmat sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan. Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah yang tertipu.” (Dinukil dari Fathul Bari, 11/230)

Rizki Tidak Hanya Identik dengan Uang

Andai kita dan seluruh manusia bersatu padu membuat daftar nikmat Allah, niscaya kita akan mendapati kesulitan. Allah Ta’ala berfirman,

وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ( إبراهيم

Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan banyak mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).

Bila semua yang ada pada kita, baik yang kita sadari atau tidak, adalah rizki Allah tentu semuanya harus kita syukuri. Namun bagaimana mungkin kita dapat mensyukurinya bila ternyata mengakuinya sebagai nikmat atau rejeki saja tidak?

Saudaraku! kita pasti telah membaca dan memahami bahwa kunci utama langgengnya kenikmatan pada diri anda ialah sikap syukur nikmat. Dalam ayat suci Al Qur’an yang barangkali kita pernah mendengarnya disebutkan,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Alih-alih mensyukuri nikmat, menyadarinya saja tidak. Bahkan dalam banyak kesempatan bukan hanya tidak menyadarinya, akan tetapi malah mengingkari dan mencelanya. Betapa sering kita mencela angin, panas matahari, hujan dan berbagai nikmat Allah lainnya?

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Al Fudhail bin ‘Iyadh mengisahkan: “Pada suatu hari Nabi Dawud ‘alaihissalam berdoa kepada Allah: Ya Allah, bagaimana mungkin aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, bila ternyata sikap syukur itu juga merupakan kenikmatan dari-Mu? Allah menjawab doa Nabi Dawud ‘alaihissalam dengan berfirman: “Sekarang engkau benar-benar telah mensyukuri nikmat-Mu, yaitu ketika engkau telah menyadari bahwa segala nikmat adalah milikku.” (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir)

Imam As Syafii berkata, “Segala puji hanya milik Allah yang satu saja dari nikmat-Nya tidak dapat disyukuri kecuali dengan menggunakan nikmat baru dari-Nya. Dengan demikian nikmat baru tersebutpun harus disyukuri kembali, dan demikianlah seterusnya.” (Ar Risalah oleh Imam As Syafii 2)

Wajar bila Allah Ta’ala menjuluki manusia dengan sebutan “sangat lalim dan banyak mengingkari nikmat, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas dan juga pada ayat berikut,

وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الْإِنسَانَ لَكَفُورٌ

Dan Dialah Allah yang telah menghidupkanmu, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (lagi), sesungguhnya manusia itu, benar-benar sering mengingkari nikmat.” (QS. Al Hajj: 66)

Artinya di sini, rizki Allah amatlah banyak dan tidak selamanya identik dengan uang. Hujan itu pun rizki, anak pun rizki dan kesehatan pun rizki dari Allah.

Surga dan Neraka pun Rizki yang Kita Minta

Sebagian kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan. Setiap meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu. Perlu kita ketahui bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah surga (jannah). Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang sholeh. Surga adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rizki yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu sendiri. Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah Ta’ala,

لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Supaya Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا

Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 11)

Teruslah bersyukur atas nikmat dan rizki yang Allah beri, apa pun itu meskipun sedikit. Yang namanya bersyukur adalah dengan meninggalkan maksiat dan selalu taat pada Allah. Abu Hazim mengatakan, “Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” Mukhollad bin Al Husain mengatakan, “Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.” (‘Iddatush Shobirin, hal. 49, Mawqi’ Al Waroq)