Rabu, 20 Juli 2011

KEUTAMAAN BELAJAR ISLAM

Berikut adalah keutamaan belajar Islam atau mempelajari ilmu diin. Perkataan-perkataan di bawah ini adalah perkataan para ulama di masa silam yang kami nukil dari Mughnil Muhtaj, kitab fiqih Syafi’iyah buah karya Muhammad bin Al Khotib Asy Syarbini rahimahullah. Semoga semakin membuat kita semangat mempelajari berbagai ilmu dalam agama ini.

Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata,

تَعَلَّمْ الْعِلْمَ فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ لَكَ حَسَنَةٌ ، وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ ، وَمُذَاكَرَتَهُ تَسْبِيحٌ ، وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ ، وَتَعْلِيمَهُ مَنْ لَا يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ ، وَبَذْلَهُ لِأَهْلِهِ قُرْبَةٌ .

“Tuntutlah ilmu (belajarlah Islam) karena mempelajarinya adalah suatu kebaikan untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah. Saling mengingatkan akan ilmu adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad. Mengajarkan ilmu pada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Mencurahkan tenaga untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan diri pada Allah).”

‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkata,

الْعِلْمُ خَيْرٌ مِنْ الْمَالِ ، الْعِلْمُ يَحْرُسُك وَأَنْتَ تَحْرُسُ الْمَالَ ، وَالْمَالُ تُنْقِصُهُ النَّفَقَةُ ، وَالْعِلْمُ يَزْكُو بِالْإِنْفَاقِ

“Ilmu (agama) itu lebih baik dari harta. Ilmu akan menjagamu, sedangkan harta mesti engkau menjaganya. Harta akan berkurang ketika dinafkahkan, namun ilmu malah bertambah ketika diinfakkan.”

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

مَجْلِسُ فِقْهٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّينَ سَنَةً

“Majelis ilmu lebih baik dari ibadah 60 tahun lamanya.”

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,

مَنْ لَا يُحِبُّ الْعِلْمَ لَا خَيْرَ فِيهِ

“Siapa yang tidak mencintai ilmu (agama), tidak ada kebaikan untuknya.”

Imam Asy Syafi’i rahimahullah juga mengatakan,

طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ

“Menuntut ilmu itu lebih utama dari shalat sunnah.”

Dalam perkataan lainnya, Imam Asy Syafi’i berkata,

لَيْسَ بَعْدَ الْفَرَائِضِ أَفْضَلُ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ

“Tidak ada setelah berbagai hal yang wajib yang lebih utama dari menuntut ilmu.”

Yang menunjukan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

« إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا ». قَالَ وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ « حِلَقُ الذِّكْرِ »

“Jika kalian melewati taman kebun, maka makan atau minumlah.” “Apa yang dimaksud riyadhul jannah (taman kebun) tersebut?”, ada yang bertanya. Beliau bersabda, “Yaitu halaqoh dzikir”. (HR. Tirmidzi no. 3510. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan). ‘Atho’ berkata,

مَجَالِسُ الذِّكْرِ هِيَ مَجَالِسُ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ كَيْفَ تَشْتَرِي وَتَبِيعُ وَتُصَلِّي وَتَصُومُ وَتَنْكِحُ وَتُطَلِّقُ وَتَحُجُّ وَأَشْبَاهُ ذَلِكَ

“Majelis (halaqoh) dzikir adalah majelis yang didalamnya membicarakan ilmu halal dan haram yaitu bagaiman engkau berjual beli, bagaimana engkau menunaikan shalat, puasa, menikah, mentalak, haji dan semacam itu.”

Imam Asy Syafi’i berkata pula,

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ ، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

“Siapa yang ingin dunia, wajib baginya memiliki ilmu. Siapa yang ingin akherat, wajib baginya pula memiliki ilmu.” Maksudnya adalah ilmu sangat dibutuhkan untuk memperoleh dunia dan akherat.

Asy Syarbini –penulis Mughnil Muhtaj- berkata, “Ketahuilah bahwa keutamaan mempelajari ilmu Islam yang kami sebutkan berlaku bagi orang yang ikhlas mengharapkan wajah Allah Ta’ala dalam mencarinya. Jadi ilmu tadi dicari bukan untuk mendapatkan tujuan dunia seperti harta, kekuasaan, kedudukan, keistimewaan, kesohoran atau semacam itu. Tujuan dunia semacam ini sungguh tercela.”

Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy Syura: 20)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya ia niatkan untuk mengharap wajah Allah ‘azza wa jalla, namun ia malah niatkan untuk menggapai dunia, maka di hari kiamat ia tidak akan mencium bau surga” (HR. Abu Daud no. 3664 dan Ibnu Majah no. 252, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

KEUTAMAAN ILMU, BELAJAR DAN MENGAJAR

untuk memantapkan diri dalam memulai menempuh jalan terjal dan berliku dalam menuntut ilmu, diperlukan bekal berupa kemauaan dan semangat yg tinggi. Nah untuk memperoleh hal tersebut caranya adalah dg mengetahui keutamaan-keutamaan ilmu, keutamaan-keutamaan belajar dan juga mengajar.

Ketahuilah ilmu punya keutamaan yg sangat tinggi disisi Allah, tentu yg dimaksud disini adalah Ilmu agama, Allah telah menegaskan hal tersebut dalam banyak ayat alquran. Dan siapakah yg ucapannya lebih benar selain Allah.

Allah berfirman

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Allah bersaksi (menjelaskan) bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Dan Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu menyatakan (menyaksikan) ”Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Perhatikan bagaimana Allah menyandingkan kesaksianNya dg kesaksian ahli ilmu disamping malaikat, dimana hal ini menunjukkan derajat tinggi orang-orang berilmu. Ayat ini juga menunjukkan bahwa hanya orang berilmu yg mampu menyaksikan dan merasakan keesaan Allah, merasakannya dalam segala hal, mengetahui bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, sehingga timbullah rasa takut akan siksanya, dan yg demikian itu menyebabkan mereka menjauhi laranganNya dan mentaati perintahNya. Karena itu dalam ayat lain allah menegaskan bahwa hanya ulama’ yg benar-benar bisa takut kepadanya.

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.

Sedangkan orang yg takut kepada Allah adalah sebaik-baik makhluk, dan bagi mereka surga ‘adn. Allah berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhlukBalasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Yang dimaksud “orang yang takut kepada Tuhannya” tentu saja adalah orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh itu sendiri.

İmam ghozali berkata : karena ilmulah alam semesta beserta segala isinya diciptakan, kemudian beliau mendatangkan ayat :

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

Dimana dengan jelas allah menegaskan tujuan diciptakannya langit bumi adalah supaya manusia mengetahui kekuasaan Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, (jika kalian melakukannya) niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Maksud dari ayat diatas adalah; Allah meninggikan derajat orang yg mau beriman sekaligus berilmu beberapa derajat, dimana derajat itu lebih tinggi daripada derajatnya orang beriman saja . namun model pendidikan yg seperti disebutkan ayat diatas hanya terdapat pada pesantren dimana tidak terdapat batasan murid, dan jam mengajar bagi guru.

Mengenai perbandingan derajat ini dapat dilihat dari hadist-hadist Nabi saw, diantaranya:

فضل العالم على العابد كفضلي على أدناكم

Keutamaan orang alim atas abid (ahli ibadah) adalah seperti keutamaanku atas paling rendahnya kalian.

فضل العالم على العابد سبعين درجة، ما بين كل درجتين كما بين السماء والأرض

Orang alim melebihi atas abid tujuh puluh derajat, setiap diantara dua derajat seperti halnya diantara langit dan bumi.

Rasul juga bersabda :

من يرد الله به خيراً يفقهه في الدين

Barang siapa yg Allah menghendaki kepadanya kebaikan, Allah akan memberinya pemahaman yg dalam tentang agama.

Ketika Allah hendak menunjukkan keutamaan nabi Adam, allah menunjukkannya dengan ilmu.

وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!

Lihatlah bagaimana Allah memberikan pengetahuan kepada Adam kemudian memamerkannya kepada malaikat, dimana kemudian malaikat tidak mampu menyebutkan nama-nama benda yg ditunjukkan kepada mereka, sedangkan adam mampu menunjukkannya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia bisa menjadi mulia adalah dengan ilmu, tidak dengan harta maupun selainnya.

Setelah mengetahui keutamaan-keutamaan ini maka tidaklah pantas bagi orang yg beriman kepada Allah dan hari qiyamat untuk tidak tertarik mendalami ilmu agama karena ia adalah wasilah untuk taqorrub mendekatkan diri kepada Allah, dan apakah yg lebih berarti didunia ini bagi seorang mukmin selain terus-terus dekat disisi Allah?! Dan lebih penting lagi dengan berpegang pada ilmu kita bisa selamat dunia maupun akhirat.

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Katakanlah “apakah sama antara orang-orang yg mengetahui dan yg tidak mengetahui?”


Keutamaan menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu

Jika ilmu adalah sesuatu yg paling berharga maka mencari ilmu adalah pekerjaan paling mulia.

Allah saw telah menyandingkan kewajiban menuntut ilmu dengan kewajiban jihad, Allah berfirman;

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Jadi jika jihad melawan orang kafir itu menjaga agama islam dari ancaman luar, maka menuntut ilmu kemudian menyebarluaskannya adalah menjaga kelestarian ajaran islam dari dalam.

Rasul bersabda:

من سلك طريقا يطلب فيه علما سهل الله له به طريقا من طرق الجنة

Barang siapa menempuh jalan dimana ia menuntut ilmu didalamnya, maka Allah akan memudahkan karenanya, jalan diantara jalan-jalan surga baginya.

Padahal jalan menuju surga tidaklah mudah, jalan menuju surga dipenuhi perkara-perkara yg tidak disenangi, sehingga bahkan malaikat jibril pun kuatir kalau sampai akhirnya tidak ada yg memasukinya, seperti yg disebutkan dalam sebuah hadist.

Pada kelanjutannya hadist, rasul berkata

وإن الملائكة لتضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما يصنع

Dan sesungguhnya malaikat menaruh sayap-sayapnya untuk pencari ilmu karena ridlo dengan apa yg ia perbuat.

Hadist ini menunjukkan bahwa para pencari ilmu senantiasa dalam naungan para malaikat.

Dalam sebuah riwayat, sahabat ibn abbas ditanya tentang Jihad, kemudian beliau berkata “maukah kutunjukkan padamu sesuatu yg lebih utama dari jihad?” lalu beliau menyuruh orang itu itu datang ke masjid dan mengajarkan Alquran kepada manusia.

Allah berfirman :

وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Yang dimaksud “rabbani” adalah ulama’ yg mengamalkan dan mengajarkan ilmunya, membimbing masyarakat menuju kebaikan.

AzZamakhsyari berkata “rabbaniyyah adalah kekuatan untuk berpegang teguh pada taat Allah yg disebabkan oleh ilmu dan belajar”. Maka ayat ini menunjukkan hendaklah orang Alim itu mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya pada masyarakat.

İlmu yg wajib diutamakan

Menuntut ilmu itu wajib. Rasul bersabda :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.

Yg dimaksud adalah ilmu yg tidak sepatutnya seorang yg baligh dan berakal tidak mengetahuinya.

İmam baidlowi berkata : yang dimaksud ilmu disini adalah, perkara yg tidak ada pilihan bagi seorang hamba dari mempelajarinya. Seperti mengetahui sang pencipta, mengetahui ke-wahdaniyatannya, kenabian rasulnya, tata cara sholat, karena hal-hal tersebut merupakan fardlu ‘ain.

Namun ketahuilah bahwa setelah itu ada tiga ilmu yg wajib diutamakan itu yaitu; Alquran, Assunnah dan ilmu Fara’idl. Rasul bersabda :

العلم ثلاثة فما سوى ذلك فهو فضل آية محكمة وسنة قائمة وفريضة

عادلة.

İlmu ada tiga, selain yg tiga ini adalah tambahan; ayat yg muhkamah (jelas maknanya), sunnah yg tegak, Fara’idl yg adil.

Maksudnya adalah kita harus mengutamakan ketiga ilmu ini melebihi yg lain dan bukan berarti kita meninggalkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu fiqih, mantiq, kedokteran, biologi. Bukankah ulama-ulama jaman dahulu selain menguasai ilmu agama, juga handal dalam banyak bidang keilmuan lainya seperti kedokteran, astronomi, matematika, sejarah, dsb. Yg semua itu justru timbul karena pemahaman dan pengamalan firman Allah.

Disamakan dengan ketiga ilmu ini adalah ilmu-ilmu yg merupakan wasilah guna mencapai ketiganya, seperti ilmu lughot, ilmu mushtolah hadist, ilmu berhitung, dll.

1- Ilmu Alquran

Sesungguhnya Alquran itu diturunkan bukan hanya untuk dibaca saja melainkan untuk diamalkan pula, dan tidak mungkin mengamalkan Alquran tanpa mengetahui maknanya, karena ilmu itu sebelum amal, mengetahui dahulu baru kemudian mengamalkan.

Banyak ayat maupun hadist yg menganjurkan untuk belajar dan berpikir tentang Alquran. Allah berfirman :

أفلا يتدبرون القرآن أم على قلوب أقفالها

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? bahkan hati mereka terkunci.

Ayat diatas menunjukkan orang yg tidak orang yg tidak mau memperhatikan, mengangan-angan dan meresapi Alquran adalah orang yg terkunci hatinya.

وَمَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا

Dan barangsiapa yang berpaling dari Dzikir Tuhannya (Alquran), niscaya akan dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat.

Termasuk berpaling dari Alquran adalah enggan memahaminya,tidak mau mempelajarinya, tidak mau mengangankannya. Dimana dengan melakukan hal tersebut, akan menggiringnya sedikit demi sedikit menuju neraka.

Nabi saw telah menjamin bahwa yg berpegang teguh terhadap Alquran tidak akan tersesat, sedang tempatnya orang yg tersesat adalah neraka. Maka bagaimana mungkin ia berpegang teguh jikalau ia tak mengerti maknanya?! Lalu bagaimana mungkin ia tidak tersesat jika ia tak memahami Alquran. Lalu bagaimanakah ia bisa selamat dari neraka?!

Rasul saw bersabda;

خيركم من تعلم القرآن وعلمه

Sebaik-baik kalian adalah yg belajar Alquran dan mengajarkannya.

Dalam hadist lain disebutkan bahwa kaum yang membaca dan mempelajari Alquran akan diliputi rahmat Allah.

وما اجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب الله ويتدارسونه بينهم إلاَّ نزلت عليهم السكينة، وغشيتهم الرَّحمة، وحفَّتهم الملائكة، وذكرهم الله فيمَن عنده

Dan tidak berkumpul suatu kaum di rumah-rumah Allah yg membaca kitab Allah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka sakinah (ketenangan), rahmat Allah meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut mereka dalam seseorang yg berada disisiNya.

Sahabat ibn Mas’ud berkata :

من أراد العلم فعليه بالقرآن فإن فيه خير الأولين و الآخرين

Barang siapa menghendaki ilmu hendaklah ia mempelajari Alquran, karena didalamnya terdapat kebaikan orang-orang terdahulu dan terakhir.

Dalam firman Allah :

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا

Allah menganugerahkan al hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya, Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi kebaikan yang banyak.

Sahabat Ibn Abbas berkata : “hikmah adalah Alquran” yakni tafsirnya.

Dengan belajar dan memahami Alquran juga mampu membuat iman kita bertambah, dimana bertambahnya iman adalah dengan bertambahnya keta’atan. Allah berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.

Siapakah diantara kalian yg tidak ingin imannya bertambah?! Lalu apakah mungkin iman kita bertambah hanya dengan mendengarkan Alquran tanpa menghayati bahkan mengerti maknanya?!

2- AsSunnah

Menerima dan mengamalkan sunnah Rasul saw (yg sahih baik matan maupun sanadnya) adalah wajib, Allah berfirman :

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

Apa yang Rasul datang kepadamu dengannya, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.

Allah juga mewajibkan taat kepada Rasul, dan menjadikan taat Rasul sama dengan taat kepadaNya ;

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

Barang siapa mentaati Rasul maka ia sungguh telah mentaati Allah.

Sedang taat rasul adalah dengan mengikuti sunnahnya.

Seorang yg beriman kepada Allah dan hari kiamat hendaklah mengembalikan semua persengketaan segala masalah kepada Alquran an Hadist. Allah berfirman :

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Jadi Alquran dan Sunnah rasul merupakan jawaban bagi setiap permasalahan yg menimpa orang mukmin.

Rasul saw telah menganjurkan kepada kita untuk menghafal, memahami dan menyampaikan sunnahnya. Rasul saw berkata :

نضر الله عبدا سمع مقالتي فحفظها ووعاها وأداها

Allah menyinarkan wajah seorang hamba yg mendengar ucapanku, kemudian ia menghafalkannya, memahaminya dan menyampaikannya.

Yg dimaksud “menyinarkan wajah” adalah Allah memberikannya kenikmatan dan kebahagiaan karena orang yg dikarunia kenikmatan dan kebahagiaan mukanya akan terlihat bersinar dan berseri. Dan dalam riwayat lain disebutkan “Allah merahmati” sebagai ganti “Allah menyinarkan wajah “. Maka siapakah orang mukmin yg tidak ingin dirahmati Allah dan disinarkan wajahnya?

Hadist diatas juga menunjukkan keutamaan menghafal ilmu, dan bukan hanya sekedar memahami saja.

3- Fara’idl

İlmu Fara’idl adalah ilmu, tentang pembagian warisan, rasul telah menganjurkan untuk mempelajari Fara’idl dan memperingatkan bahwa ia adalah ilmu yang terlupakan, dan ilmu yang pertama kali hilang. Rasul berkata :

تعلموا الفرائض وعلموه الناس فانه نصف العلم وهو ينسى وهو اول شئ ينتزع من امتى

Belajarlah Fara’idl dan ajarilah masyarakat tentangnya, karena ia adalah sebagian ilmu, dan ia akan dilupakan, dan ia adalah perkara pertama yg dicabut dari umatku.

Dalam hadist lain rasul berkata :

فإني امرؤ مقبوض وإن العلم سيقبض ويظهر الفتن حتى يختلف الائنان في الفريضة فلا يجدان من يفصل بينهما

…karena sesungguhnya aku adalah seseorang yg akan meninggal, dan sesungguhnya ilmu akan dicabut dan tampaklah fitnah sehingga sampai dua orang berselisih dalam bagian warisan dan tidak menemukan orang yg memutuskan diantara keduanya.

Terlihat bahwa rasul memerintahkan untuk belajar Fara’idl adalah karena kuatir akan tidak adanya orang yg membagi warisan sehingga terjadi pertikaian dalam masyarakat.

Para sahabat pun sangat menganjurkan mempelajari Fara’idl

عن عبد الله بن مسعود قال من تعلم القرآن فليتعلم الفرائض ولا يكن كرجل لقيه اعرابي فقال له يا عبد الله اعرابي ام مهاجر فان قال مهاجر قال انسان من اهلي مات فكيف نقسم ميراثه فان علم كان خيرا اعطاه الله اياه وان قال لا ادرى قال فما فضلكم علينا انكم تقرؤن القرآن ولا تعلمون الفرائض

Dari Ibn Mas’ud belia berkata: barang siapa belajar Alquran, hendaklah ia belajar Fara’idl, dan janganlah seperti orang yg ditemui seorang A’raby (arab desa). A’raby berkata : “ Hai hamba Allah, engkau A’raby ataukah Muhajir (orang yg hijrah kepada Rasul)? maka jika laki-laki itu menjawab “aku muhajir”, A’raby berkata “Seorang anggota keluargaku meniggal maka bagaimanakah kita membagi warisannya?”. Jika laki-laki itu mengetahui maka hal itu adalah kebaikan yang diberikan Allah padanya. Sedang jika ia berkata “Aku tidak tahu”, maka A’raby berkata “Maka apalah keistimewaan kalian terhadap kami, kalian membaca Alquran tapi tak mengetahui Fara’idl”.

Sahabat Nafi’ ibn Abdul Harist Alkhoza’i pernah ditanya sahabat Umar tentang mengapa ia menyuruh seorang bekas budak untuk menggantikannya sebagai walikota Makkah. Nafi’ pun menjawab “Sesungguhnya ia adalah seorang yg hafal kitab Allah, dan mengetahui ilmu Fara’idl.

Semua hal tadi dengan jelas menunjukkan keutamaan ilmu Fara’idl.

Namun sangat disayangkan bahwa kebanyakan santri justru lebih senang mendalami ilmu-ilmu lain seperti Fikih, Manthiq, Nahwu dengan menghiraukan ketiga ilmu diatas, padahal mereka telah mampu mempelajarinya, ilmu alat mereka sudah cukup memadai. İni jelas bertentangan dengan sunnah rasul dan para sahabat.

Ilmu-ilmu yang merupakan wasilah bagi ketiganya

Hukum mempelajari ilmu ini adalah sama dengan hukum ketiga ilmu tadi.İlmu-ilmu ini mencakup ilmu lughot, Nahwu, shorof, balaghoh, İlmu Mustholah Hadist, ilmu berhitung. İlmu-ilmu itu adalah wasilah atau alat untuk mencapai ketiganya karena itu hendaknya ketika sudah tercapai janganlah sampai malah keasyikan mempelajarinya sehingga melupakan tujuan awal mempelajarinya sehingga malah meninggalkan mempelajari ketiga ilmu tadi.

Keutamaan Zakat

Sesungguhnya zakat merupakan perkara penting dalam agama Islam sebagaimana shalat 5 waktu. Oleh karena itu, Allah Ta’ala sering mengiringi penyebutan zakat dalam Al Qur’an dengan shalat agar kita tidak hanya memperhatikan hak Allah saja, akan tetapi juga memperhatikan hak sesama. Namun saat ini kesadaran kaum muslimin untuk menunaikan zakat sangatlah kurang. Di antara mereka menganggap remeh rukun Islam yang satu ini. Ada yang sudah terlampaui kaya masih enggan menunaikannya karena rasa bakhil dan takut hartanya akan berkurang. Padahal di balik syari’at zakat terdapat faedah dan hikmah yang begitu besar, yang dapat dirasakan oleh individu maupun masyarakat. Di antara faedah dan hikmah zakat adalah :

1. Menyempurnakan keislaman seorang hamba. Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang lima. Apabila seseorang melakukannya, maka keislamannya akan menjadi sempurna. Hal ini tidak diragukan lagi merupakan suatu tujuan/hikmah yang amat agung dan setiap muslim pasti selalu berusaha agar keislamannya menjadi sempurna.

2. Menunjukkan benarnya iman seseorang. Sesungguhnya harta adalah sesuatu yang sangat dicintai oleh jiwa. Sesuatu yang dicintai itu tidaklah dikeluarkan kecuali dengan mengharap balasan yang semisal atau bahkan lebih dari yang dikeluarkan. Oleh karena itu, zakat disebut juga shodaqoh (yang berasal dari kata shidiq yang berarti benar/jujur, -pen) karena zakat akan menunjukkan benarnya iman muzakki (baca: orang yang mengeluarkan zakat) yang mengharapkan ridha Allah dengan zakatnya tersebut.

3. Membuat keimanan seseorang menjadi sempurna. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45). Wahai saudaraku, sebagaimana engkau mencintai jika ada saudaramu meringankan kesusahanmu, begitu juga seharusnya engkau suka untuk meringankan kesusahan saudaramu. Maka pemberian seperti ini merupakan tanda kesempurnaan iman Anda.

4. Sebab masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ».

“Sesungguhnya di surga terdapat kamar yang luarnya dapat terlihat dari dalamnya dan dalamnya dapat terlihat dari luarnya.” Kemudian ada seorang badui berdiri lantas bertanya, “Kepada siapa (kamar tersebut) wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagi orang yang berkata baik, memberi makan (di antaranya lewat zakat, pen), rajin berpuasa, shalat karena Allah di malam hari di saat manusia sedang terlelap tidur.” (HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Setiap kita tentu saja ingin masuk surga.

5. Menjadikan masyarakat Islam seperti keluarga besar (satu kesatuan). Karena dengan zakat, berarti yang kaya menolong yang miskin dan orang yang berkecukupan akan menolong orang yang kesulitan. Akhirnya setiap orang merasa seperti satu saudara. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ

“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (QS. Al Qoshosh: 77)

6. Memadamkan kemarahan orang miskin. Terkadang orang miskin menjadi marah karena melihat orang kaya hidup mewah. Orang kaya dapat memakai kendaraan yang dia suka (dengan berganti-ganti) atau tinggal di rumah mana saja yang dia mau. Tidak ragu lagi, pasti akan timbul sesuatu (kemarahan, -pen) pada hati orang miskin. Apabila orang kaya berderma pada mereka, maka padamlah kemarahan tersebut. Mereka akan mengatakan,”Saudara-saudara kami ini mengetahui kami berada dalam kesusahan”. Maka orang miskin tersebut akan suka dan timbul rasa cinta kepada orang kaya yang berderma tadi.

7. Menghalangi berbagai bentuk pencurian, pemaksaan, dan perampasan. Karena dengan zakat, sebagian kebutuhan orang yang hidupnya dalam kemiskinan sudah terpenuhi, sehingga hal ini menghalangi mereka untuk merampas harta orang-orang kaya atau berbuat jahat kepada mereka.

8. Menyelamatkan seseorang dari panasnya hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ امْرِئٍ فِى ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ

“Setiap orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia mendapatkan keputusan di tengah-tengah manusia.” (HR. Ahmad 4/147. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih)

9. Seseorang akan lebih mengenal hukum dan aturan Allah. Karena ia tidaklah menunaikan zakat sampai ia mengetahui hukum zakat dan keadaan hartanya. Juga ia pasti telah mengetahui nishob zakat tersebut dan orang yang berhak menerimanya serta hal-hal lain yang urgent diketahui.

10. Menambah harta. Terkadang Allah membuka pintu rizki dari harta yang dizakati. Sebagaimana terdapat dalam hadits yang artinya,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

”Sedekah tidaklah mengurangi harta” (HR. Muslim no. 2558).

11. Merupakan sebab turunnya banyak kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا

“Tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, melainkan mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya bukan karena binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.” (HR. Ibnu Majah no. 4019. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

12. Zakat akan meredam murka Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,

إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ مِيتَةَ السُّوءِ

“Sedekah itu dapat memamkan murka Allah dan mencegah dari keadaan mati yang jelek” (HR. Tirmidzi no. 664. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib dari sisi ini)

13. Dosa akan terampuni. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ

”Sedekah itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api.” (HR. Tirmidzi no. 614. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)[1]

Jika Telah Mencapai Nishab dan Haul, Segeralah Tunaikan Zakat

Kaum muslimin -yang selalu mengharapkan kebaikan dan mengharapkan surga Allah- segeralah tunaikan zakat yang wajib bagi kalian agar memperoleh berbagai faedah di atas. Ingatlah bahwa zakat bukanlah wajib ditunaikan hanya ketika akhir bulan Ramadhan saja berupa zakat fitri. Akan tetapi, zakat itu juga wajib bagi 5 kelompok harta yaitu: emas, perak, keuntungan perdagangan, hewan ternak (yaitu unta, sapi, dan domba), dan hasil bumi (berupa tanaman, dll). Kelima kelompok harta tersebut ditunaikan ketika sudah mencapai nishab, yaitu ukuran tertentu menurut syari’at) dan telah mencapai haul, yaitu masa 1 tahun (kecuali untuk zakat anak hewan ternak dan zakat tanaman).

Wahai saudaraku, segeralah tunaikan zakat ketika telah memenuhi syarat nishab dan haul-nya. Berlombalah dalam kebaikan dan ingatlah selalu nasib saudaramun yang berada dalam kesusahan. Sesungguhnya dengan engkau mengeluarkan zakat akan meringankan beban mereka yang tidak mampu. Ingat pula, sebab bangsa ini sering tertimpa berbagai macam bencana dan cobaan adalah disebabkan kita enggan melakukan ketaatan kepada Allah, di antaranya kita enggan untuk menunaikan zakat.

Semoga Allah selalu menganugerahi kita untuk selalu istiqomah dalam melakukan ketaatan kepada-Nya.

Untuk Apa Kita Diciptakan Di Dunia Ini?

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para sahabat dan yang mengikutinya dengan baik hingga hari pembalasan.

Masih ada segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya. Lalu sampai-sampai dia menanyakan pula, “Kenapa kita harus beribadah?”

Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk menjelaskan hal ini.

Saudaraku … Inilah Tujuan Engkau Hidup Di Dunia Ini

Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Saudaraku … Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98)

Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang.

Allah Ta’ala berfirman,

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى

“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).

Imam Asy Syafi’i mengatakan,

لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى

“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.

Ulama lainnya mengatakan,

لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ

“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)

Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribdah pada Allah

Saudaraku, setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki.

Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,

مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)

“Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)

Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.

Saudaraku … Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)

Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.

Apa Makna Ibadah?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

“Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)

Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini

Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.

Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud.

Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)

Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih

Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan,

“Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)

Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.

وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا دَائِمًا إلَى يَوْمِ الدِّينِ

10 Hal yang Mendatangkan Cinta Allah

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.


Saudaraku, sungguh setiap orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan maksud tadi dalam kitab beliau Madarijus Salikin.

Pertama, membaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut. Ini semua dilakukan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh si penulis buku. [Maka begitu pula yang dapat dilakukan terhadap Al Qur’an, pen]

Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib. Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi seorang pecinta.

Ketiga, terus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh sekadar dengan keadaan dzikir kepada-Nya.

Keempat, lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai kesulitan.

Kelima, merenungi, memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia pasti mencintai Allah. Oleh karena itu, mu’athilah, fir’auniyah, jahmiyah (yang kesemuanya keliru dalam memahami nama dan sifat Allah), jalan mereka dalam mengenal Allah telah terputus (karena mereka menolak nama dan sifat Allah tersebut).

Keenam, memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya.

Ketujuh, -inilah yang begitu istimewa- yaitu menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya.

Kedelapan, menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.

Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah yang begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.

Kesepuluh, menjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah Ta’ala.

Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya.
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallalahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam