Rabu, 18 Januari 2012

PENGARUH MAKANAN HARAM

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Sebagian muslim tidak mempedulikan apa yang masuk dalam perutnya. Asal enak dan ekonomis, akhirnya disantap. Tidak tahu manakah yang halal, manakah yang haram. Padahal makanan, minuman dan hasil nafkah dari yang haram sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan seorang muslim, bahkan untuk kehidupan akhiratnya setelah kematian. Baik pada terkabulnya do’a, amalan sholehnya dan kesehatan dirinya bisa dipengaruhi dari makanan yang ia konsumsi setiap harinya. Oleh karena itu, seorang muslim begitu urgent untuk mempelajari halal dan haramnya makanan. Dan yang kita bahas kali ini adalah seputar pengaruh makanan yang haram bagi diri kita. Moga bermanfaat.

Pertama: Makanan haram mempengaruhi do’a

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?" (HR. Muslim no. 1015)

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada Sa’ad,

أطب مطعمك تكن مستجاب الدعوة

Perbaikilah makananmu, maka do’amu akan mustajab.” (HR. Thobroni dalam Ash Shoghir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if jiddan sebagaimana dalam As Silsilah Adh Dho’ifah 1812)

Ada yang bertanya kepada Sa’ad bin Abi Waqqosh,

تُستجابُ دعوتُك من بين أصحاب رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ؟ فقال : ما رفعتُ إلى فمي لقمةً إلا وأنا عالمٌ من أين مجيئُها ، ومن أين خرجت .

“Apa yang membuat do’amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya?” “Saya tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar,” jawab Sa’ad.

Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata,

من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته ، فليُطِب طُعمته

“Siapa yang bahagia do’anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya.”

Dari Sahl bin ‘Abdillah, ia berkata,

من أكل الحلال أربعين يوماً أُجيبَت دعوتُه

“Barangsiapa memakan makanan halal selama 40 hari, maka do’anya akan mudah dikabulkan.”

Yusuf bin Asbath berkata,

بلغنا أنَّ دعاءَ العبد يحبس عن السماوات بسوءِ المطعم .

“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”

Gemar melakukan ketaatan secara umum, sebenarnya adalah jalan mudah terkabulnya do’a. Sehingga tidak terbatas pada mengonsumsi makanan yang halal, namun segala ketaatan akan memudahkan terkabulnya do’a. Sebaliknya kemaksiatan menjadi sebab penghalang terkabulnya do’a.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Melakukan ketaatan memudahkan terkabulnya do’a. Oleh karenanya pada kisah tiga orang yang masuk dan tertutup dalam suatu goa, batu besar yang menutupi mereka menjadi terbuka karena sebab amalan yang mereka sebut. Di mana mereka melakukan amalan tersebut ikhlas karena Allah Ta’ala. Mereka berdo’a pada Allah dengan menyebut amalan sholeh tersebut sehingga doa mereka pun terkabul.”

Wahb bin Munabbih berkata,

العملُ الصالحُ يبلغ الدعاء ، ثم تلا قوله تعالى : { إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه }

“Amalan sholeh akan memudahkan tersampainya (terkabulnya) do’a. Lalu beliau membaca firman Allah Ta’ala, “Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)

Dari ‘Umar, ia berkata,

بالورع عما حرَّم الله يقبلُ الله الدعاء والتسبيحَ

“Dengan sikap waro’ (hati-hati) terhadap larangan Allah, Dia akan mudah mengabulkan do’a dan memperkanankan tasbih (dzikir subhanallah).”

Sebagian salaf berkata,

لا تستبطئ الإجابة ، وقد سددتَ طرقها بالمعاص

“Janganlah engkau memperlambat terkabulnya do’a dengan engkau menempuh jalan maksiat.” (Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 275-276)

Kedua: Rizki dan makanan halal mewariskan amalan sholeh

Rizki dan makanan yang halal adalah bekal dan sekaligus pengobar semangat untuk beramal shaleh. Buktinya adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

"Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thoyyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51). Sa’id bin Jubair dan Adh Dhohak mengatakan bahwa yang dimaksud makanan yang thoyyib adalah makanan yang halal (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 10: 126).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta'ala pada ayat ini memerintahkan para rasul 'alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal dan beramal sholeh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Oleh karena itu, para Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal. Para Nabi mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasehat. Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah member contoh yang baik pada para hamba." (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 126).

Bila selama ini kita merasa malas dan berat untuk beramal? Alangkah baiknya bila kita mengoreksi kembali makanan dan minuman yang masuk ke perut kita. Jangan-jangan ada yang perlu ditinjau ulang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْخَيْرَ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ أَوَ خَيْرٌ هُوَ

"Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. Namun benarkah harta benda itu kebaikan yang sejati?" (HR. Bukhari no. 2842 dan Muslim no. 1052)

Ketiga: Makanan halal bisa sebagai pencegah dan penawar berbagai penyakit

Allah Ta'ala berfirman,

وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

"Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang hanii’ (baik) lagi marii-a (baik akibatnya)." (QS. An Nisa': 4).

Al Qurthubi menukilkan dari sebagian ulama' tafsir bahwa maksud firman Allah Ta'ala “هَنِيئًا مَرِيئًا” adalah, "Hanii’ ialah yang baik lagi enak dimakan dan tidak memiliki efek negatif. Sedangkan marii-a ialah yang tidak menimbulkan efek samping pasca dimakan, mudah dicerna dan tidak menimbulkan peyakit atau gangguan." (Tafsir Al Qurthubi, 5:27). Tentu saja makanan yang haram menimbulkan efek samping ketika dikonsumsi. Oleh karenanya, jika kita sering mengidap berbagai macam penyakit, koreksilah makanan kita. Sesungguhnya yang baik tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.

Keempat: Di akhirat, neraka lebih pantas menyantap jasad yang tumbuh dari yang haram

Dari Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas untuknya.” (HR. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 4519)

Lihatlah begitu bahayanya mengonsumsi makanan haram dan dampak dari pekerjaan yang tidak halal sehingga mempengaruhi do’a, kesehatan, amalan kebaikan, dan terakhir, mendapatkan siksaan di akhirat dari daging yang berasal dari yang haram.

اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

[Allahummak-finaa bi halaalika ‘an haroomika, wa agh-ninaa bi fadh-lika ‘amman siwaak]

"Ya Allah, limpahkanlah kecukupan kepada kami dengan rizqi-Mu yang halal dari memakan harta yang Engkau haramkan, dan cukupkanlah kami dengan kemurahan-Mu dari mengharapkan uluran tangan selain-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.[1]

Meraih Pahala yang tak Terbatas dengan Sabar

Sabar adalah salah satu karakteristik yang wajib dimiliki oleh seorang muslim. Di dalam Al Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk bersabar. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Ali Imran: 200)

Apa itu sabar? Apa saja keutamaan sabar? Bagaimana pula cara agar bisa bersabar ketika mendapatkan musibah? Secara bahasa, makna sabar adalah menahan. Adapun secara syar’i, sabar bermakna menahan diri dalam tiga perkara:
1. Ketika menjalankan ketaatan kepada Allah.
Seseorangnya hendaknya bersabar, sampai dia menunaikan apa yang Allah ta’ala perintahkan.
2. Dari bermaksiat kepada Allah
Yaitu dengan tidak mengerjakan segala sesuatu yang Allah larang serta menjauhinya.
3. Ketika menghadapi musibah yang Allah takdirkan
Yaitu dengan menahan diri untuk tidak murka atau menggerutu terhadap musibah yang menimpa baik dengan lisan, maupun dengan perbuatan.
Keutamaan Sifat Sabar

Sabar memiliki banyak keutamaan yang telah Allah ta’ala kabarkan di dalam Al Qur’an dan demikian juga di dalam sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antara keutamaan tersebut adalah:
1. Berita gembira berupa pahala yang tak terbatas bagi orang-orang penyabar.
Di dalam Al Qur’an, Allah ta’ala berfirman :

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu akan dipenuhi pahala mereka dengan tiada hitungannya.” (Az Zumar: 10)

Allah juga berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Sesungguhnya Kami akan memberikan cobaan sedikit kepadamu semua seperti ketakutan, ketaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, kemudian sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah: 155)

Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata di dalam tafsir beliau,
“Barang siapa yang Allah beri taufiq untuk bersabar ketika terjadinya musibah-musibah ini maka dia pun menahan dirinya dari kemurkaan baik dalam ucapan maupun perbuatan, dan dia pun mengharapkan pahala dari sisi Allah. Dia pun mengetahui pahala yang dia peroleh lebih besar daripada musibah yang menimpanya, bahkan musibah tersebut telah menjadi sebuah kenikmatan baginya, karena musibah ini adalah telah menjadi jalan baginya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat baginya. Sesungguhnya orang yang bersabar telah menunaikan apa yang menjadi perintah Allah dan telah sukses meraih pahala. Oleh karena itu Allah lalu berfirman,

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Kemudian sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Yaitu sampaikanlah berita gembira bahwa mereka telah memperoleh pahala yang tak terbatas (atas kesabaran mereka).”
2. Surga bagi orang yang bersabar .
Allah berfirman ;

إِنِّي جَزَيْتُهُمُ الْيَوْمَ بِمَا صَبَرُوا أَنَّهُمْ هُمُ الْفَائِزُونَ

“Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” (Al Mu’minum: 111)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


إنَّ الله – عز وجل – ، قَالَ : إِذَا ابْتَلَيْتُ عبدي بحَبيبتَيه فَصَبرَ عَوَّضتُهُ مِنْهُمَا الجَنَّةَ

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla berfirman: “Apabila Aku memberi cobaan kepada hambaKu dengan melenyapkan kedua perkara yang dia cintai (yakni kedua matanya), kemudian ia bersabar, maka untuknya akan Kuberi ganti surga karena kehilangan keduanya.” (HR. Al Bukhari)
3. Sabar adalah sebab pertolongan
Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan mengerjakan shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah: 153)
Kesabaran adalah sebab pertolongan terbesar dalam setiap perkara. Sesorang akan dapat meraih segala sesuatu asal dia bersabar. Dia dapat menjalankan ketaatan yang Allah perintahkan dengan tanpa beban, dan demikian pula dia bisa meninggalkan segala sesuatu yang Allah larang walaupun hal tersebut sangat menggoda hawa nafsunya. Dia tidak akan dapat melakukan ini semua tanpa kesabaran.
4. Sabar adalah Tanda Keimanan
Di dalam hadits yang diriwayatkan sahabat Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


عَجَباً لأمْرِ المُؤمنِ إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خيرٌ ولَيسَ ذلِكَ لأَحَدٍ إلاَّ للمُؤْمِن : إنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكانَ خَيراً لَهُ ، وإنْ أصَابَتْهُ ضرَاءُ صَبَرَ فَكانَ خَيْراً لَهُ

“Amat menakjubkan keadaan orang mu’min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seorangpun melainkan hanya untuk orang mu’min itu belaka. Apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Apabila ia ditimpa musibah, maka iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Bagaimana Agar Bisa Bersabar Ketika Mendapatkan Musibah Termasuk pembahasan penting yang berkaitan dengan kesabaran adalah bagaimana caranya agar kita bisa bersabar ketika Allah timpakan musibah kepada diri kita. Beberapa perkara yang perlu dilakukan ketika ditimpa musibah adalah:
1. Menyadari bahwa semuanya telah ditakdirkan oleh Allah
Di dalam hadits dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


إنَّ أحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أربَعِينَ يَوماً نُطْفَةً ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلِكَ ، ثُمَّ يُرْسَلُ المَلَكُ ، فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ ، وَيُؤْمَرُ بِأرْبَعِ كَلِمَاتٍ : بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ

“Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh (segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Apabila seseorang memahami betul bahwa musibah yang menimpa adalah takdir yang telah Allah atur, maka akan lapanglah dadanya, dan terhindarlah dia dari kesedihan dan beban.
2. Mengoreksi Dosa-dosa yang telah dilakukan Salah satu perkara yang bisa membuat kita bersabar adalah mengoreksi dosa-dosa yang pernah kita perbuat. karena sesungguhnya musibah yang kita alami adalah buah perbuatan kita sendiri.
sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy Syura: 30)
Dengan mengoreksi dosa-dosa, seseorang akan tersibukkan untuk bertaubat dan beristighfar, memohon ampunan kepada Allah. Ini semua akan melahirkan kesabaran pada dirinya.
<3. Mengingat-ingat pahala yang Allah janjikan.
bagi orang yang bersabar Hendaknya ketika ditimpa musibah dia mengulang-ngulang firman Allah,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu akan dipenuhi pahala mereka dengan tiada hitungannya.” (Az Zumar: 10)

Ini agar dia menyadari bahwa kesabarannya dalam menghadapi musibah akan diganjar kelak oleh Allah subhanahu wata’ala tanpa batas. Demikianlah sedikit pembahasan tentang sabar. Insya Allah pada kesempatan yang akan datang kita akan membahas tentang “kejujuran”, salah satu akhlaq mulia yang diajarkan dalam agama kita.
Wallahu ta’ala a’lam.

Oleh: Abu Umar Al Bankawy

Aqidah Yang Memuaskan Akal Dan Sesuai Dengan Fitroh Manusia

بسم الله الرحمن الرحيم

Akal adalah perangkat terpenting yang dimiliki oleh manusia. Dengan akal manusia mampu berfikir, dan dengan berfikir manusia bisa menentukan sikap dan tindakannya. Pemikiran (fikroh) atau pengetahuan yang masuk pada diri seseorang kemudian difikirkan dan akhirnya menjadi suatu pemahaman yang berhubungan erat dengan sikap dan tindakan. Jadi Pemahaman (mafhum) seseorang terhadap sesuatu akan menentukan sikap dan tindakannya terhadap sesuatu.

Fikroh yang sudah menjadi mafhum ini merupakan kunci jatuh bangunnya seseorang atau ummat.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu mengubah keadaannya sendiri.”(QS. Ar-Ra’d : 11)

Ayat tersebut menerangkan proses jatuh bangunnya

Adapun fikroh yang mampu membawa diri atau ummat untuk bangkit adalah fikroh yang mendasar, yaitu fikroh yang menyeluruh yang langsung mempertanyakan posisi manusia di alam semesta ini dan langsung menjawab problematika utama yang ada pada diri manusia, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang dibawa sejak lahir. Darimana aku? Untuk apa aku lahir ke dunia? Dan akan kemana aku setelah mati?

Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut, hanya fikroh yang paling mendasarlah yang bisa langsung menjawab dan memecahkan problematika kehidupan. Fikroh yang demikian disebut AQIDAH, yaitu pemikiran yang paling mendasar dan menyeluruh tentang alam semesta, kehidupan dan manusia serta hubungan ketiganya (alam semesta, kehidupan, dan manusia) dengan alam sebelum dan sesudah dunia. Kalau digunakan gagasan di atas, ada tiga aqidah yang mampu menjawab pertanyaan tadi, yaitu aqidah Komunis, Aqidah Sosialis dan Aqidah Islam. Sebagai contoh jawaban Komunis terhadap tiga pertanyaan utama tadi adalah :
  • Pertama : Manusia berasal dari materi, dan manusia tidak diciptakan oleh siapapun.
  • Kedua : Karena tidak diciptakan siapapun, maka manusia dalam menjalani kehidupan di dunia bebas dalam bertindak.
  • Ketiga : Karena manusia berasal dari materi, maka apabila manusia itu binasa akan kembali kepada materi.

Dengan demikian problema hidup mereka terjawab, dan mereka menjadi betul-betul bangkit. Meskipun kebangkitan mereka menuju jahanam.

Sedangkan Aqidah Islam mengatakan “Tiada Tuhan selain Allah”. Artinya beriman bahwa alam semesta beserta isinya ada penciptanya, yaitu Allah SWT. Dan Allah pun menurunkan suatu aturan baik untuk alam, kehidupan, maupun manusia. Alam dan kehidupan menerima aturan tanpa menolak sedikit pun, sedangkan manusia bisa menolak bisa juga menerima. Oleh karena itu Allah SWT menurunkan para Rasul, dimana Rasul terakhir adalah Nabi Muhammad saw. Disamping itu manusia harus beriman kepada segala apa yang tercantum dalam Al-Quran yang merupakan firman Allah SWT. Tidak ada satupun yang patut ditolak, termasuk berita-berita mengenai alam ghaib, seperti malaikat, jin, iblis, hari kiamat, hari penghisaban, adanya sorga, neraka dan sebagainya.

Pengertian Mabda’ (Ideologi)
Pengertian Mabda’ dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
  • Segi bahasa, diambil dari bahasa aslinya yaitu bahasa Arab, mabda’ berasal dari suatu bentukan masydar mimy dari kata bada’a – yabda’u – bad’an –wa mabda’an, yang artinya memulai.
  • Segi Istilah, mabda’ adalah aqidah yang berdasarkan akal (Aqidah Aqliyah) yang melahirkan aturan (nidzom).

Dari makna istilah dapat dipahami, bahwa mabda’ adalah aqidah aqliyah yang terpancar darinya aturan. Peraturan yang lahir dari aqidah ini tidak lain berfungsi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara aqidah serta untuk mengemban mabda. Serta penjelasan tentang tata cara pelaksanaan pemeliharaan aqidah dan pengembangan risalah da’wah, inilah yang dinamakan thoriqoh. Adapun selain dari itu yaitu aqidah dan berbagai pemecahan masalah hidup dinamakan fikroh, dengan demikian mabda’ mencakup dua bagian yaitu fikroh dan thoriqoh.

Mabda’ hanya ada pada manusia yang merupakan satu-satunya makhluk yang mampu menerima dan menumbuhkan mabda’ tersebut. Mabda’ yang berkembang berdasarkan akal ada dua kelompok, yaitu :
1. Mabda’ yang berasal dari wahyu Allah SWT
2. Mabda’ yang berasal dari kejeniusan seorang manusia.

Keduanya merupakan asal muasal suatu mabda’. Mabda’ yang berasal dari wahyu Allah SWT, pasti kebenarannya (qoth’i) sedangkan mabda’ yang lahir dari kejeniusan seorang manuisa patut diragukan (dzonni) karena berasal dari benak manusia yang terbatas yang bersifat dugaan, kira-kira dan ada kemungkinan salah. Juga terpengaruh lingkungan yang manusia itu diami, misalnya marxisme yang membangkitkan komunisme dan sosialisme. Mabda’ ini lahir karena terpengaruh yang ada saat itu, yaitu Eropa Barat pada Revolusi Industri. Jadi terbatas hanya pada zaman itu saja, perubahan zaman akan diikuti perubahan lingkungan dan permasalahan yang timbul akan lain. Dengan begitu mabda’ yang benar adalah mabda’ yang lahir dari wahyu Allah saja, sebagai Tuhan Pencipta alam semesta yang mengetahui segala sesuatu di dalamnya termasuk manusia, lengkap dengan problematikanya.

Pengertian mabda’ yang mencakup fikroh dan thoriqoh di atas dapat digunakan untuk menguji apakah suatu paham termasuk mabda’ atau bukan. Kalau kita lihat di dunia ini, hanya ada tiga mabda’ yaitu: Sekurelisme, Sosialisme/Komunisme dan Islam. Mabda’ Sekulerisme diemban oleh Amerika Serikat dan sekut-sekutunya di Eropa Barat. Mabda’ Sosialisme/Komunisme yang dulu diemban oleh Rusia dan sekutu-sekutunya di Eropa Timur. Sedangka negara-negara dunia ketiga hanyalah daerah jajahan kedua kelompok tersebut. Adapun Mabda’ Islam sekarang belum diemban oleh satu negarapun. Islam masih hidup dibenak ummat pengemban da’wah, itupun hanya beberapa persen saja, sebab ummat Islam yang lain benar-benar beriman kepada Sekurelisme dan Sosialisme.

Adapun fikroh dan thoriqoh dalam suatu mabda’ tidak menentukan Keshohihan (benar atau salah) suatu mabda’. Tapi yang menjadi indikasi keshohihan suatu mabda’ adalah keshohihan aqidahnya. Aqidah yang shohih memiliki tiga kriteria, yaitu : sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan memberikan ketenangan batin. Mabda’ yang berlandaskan pada aqidah yang shohih adalah mabda’ shohih yang akan memperoleh kebangkitan shohih, yaitu kebangkitan yang mengarah kepada kebahagiaan hakiki.

Perbandingan Mabda
Kali ini untuk bisa mengetahui hakikat dari masing-masing mabda’ yang ada saat ini, berarti kita harus membuat perbandingan yang mencakup beberapa segi diantaranya :

Asas
Sekulerisme/Kapitalisme
Mabda’ ini muncul karena dosa gereja. Sejak berkuasa di kerajaan Romawi hingga abad pertengahan di Eropa, gereja bekerja sama dengan kaum bangsawan (feodalis) terus menerus menindas rakyat. Sebodoh-bodahnya bangsa Eropa, lama-kelamaan merasa muak terhadap gereja, khususnya ketika masa Renaissance (lahir kembali) mulai muncul dan berkembang di Eropa. Sehingga terkenal satu slogan Revolusi Perancis: “Gantunglah feodalis terakhir dengan usus pendeta terakhir” artinya keduanya harus dihabisi (dibunuh).

Dari sinilah lahirnya perselisihan antara kaum intelektual dengan kaum gereja yang bekerja sama dengan kaum bangsawan. Kaum gereja sebagai kaum yang mengatasnamakan Tuhan, menginginkan berkuasa penuh. Sebaliknya kaum intelektual menghendaki dihilangkannya agama, karena menimbulkan malapetaka bagi ummat manusia. Pendapat intelektual tersebut tidak terlepas dari keterbatasan manusia yang dipengaruhi lingkungannya. Mereka menganggap bahwa agama itu hanya Kriaten, dan mereka kenal Kristen itu bejat, sehingga mereka menganggap bahwa agama itu bejat. Oleh karena itu mereka bersikeras untuk menyingkirkan agama dari kehidupan rakyat. Percekcokan terus berlangsung karena yang satu ingin mempertahankan kekuasaan, dan yang lain ingin merebutnya.

Setelah sekian lama, terutama setelah kaum gereja semakin terpojok, akhirnya ditemukan jalan tengah berupa kompromi, yaitu dengan memenangkan kedua belah pihak. Eksistensi gereja (agama) masih diakui, tetapi tidak boleh mengatur kehidupan. Yang mengatur kehidupan adalah manusia. Mereka menganggap Tuhan sebagai pembuat arloji (God is watch maker) setelah diciptakan arloji dibiarkan berjalan sendiri. Mereka percaya, bahwa Allah menciptakan alam semesta ini, namun alam ini kemudia berjalan dengan sendirinya. Mereka menunjukkan adanya hukum alam sebagai bukti. Para filosof mengambil data ilmiah yang ditemukan oleh Isac Newton (setelah membaca literatur-literatur Islam) berupa hukum “Gravitasi”, kemudian menyimpulkan bahwa alam ini mengatur dirinya sendiri. Oleh karena itu mereka berkesimpulan bahwa setelah menciptakan manusia, Allah istirahat dan manusia dibiarkan mengatur dirinya sendiri. Dari sinilah lahirnya Sekulerisme.

Jadi Asas dari Sekulerisme adalah memisahkan agama dari kehidupan. Artinya memisahkan agama dari ketatanegaraan karena negara adalah perlambang atau wakil dari kehidupan ummat. Jadi Sekulerisme ini juga aqidah, karena paham ini percaya adanya dunia, adanya alam sebelum dunia (pencipta) dan alam sesudah dunia (akhirat), hanya saja menganggap ketiganya tidak ada hubungan. Jadi apapun yang dilakukan didunia ini tidak akan ditanya di akhirat, terutama yang ada hubungannya dengan gereja, sebab kehidupan dunia telah terbebas dari agama.

Komunisme
Asas Komunisme adalah Materialisme, yaitu bahwa alam semesta terdiri dari materi belaka, tidak ada unsur ruh sedikitpun. Materi itu menciptakan kehidupan. Materi itu abadi bahkan azali. Alam sebelun dan sesudah kehidupan dunia adalah materi, sedangkan kehidupan dunia itu sendiri adalah jelmaan dari materi yang bernafas. Asal kehidupan terjadi dengan sendirinya (Generatio spontaniae).

Dongeng tentang kehidupan yang mereka buat adalah bahwa hidup itu berasal dari materi, materi membentuk atom, atom membentuk molekul, kemudian membentuk asam amino. Tiba-tiba ada listrik dan terbentuklah makhluk hidup yang paling sederhana yaitu virus. Dari virus berkembang dan berevolusi menjadi makhluk bersel satu kemudian menjadi makhluk-makhluk lain yang lebih kompleks, misalnya kecoa, ikan, tikus, anjing, monyet dan akhirnya menjadi manusia.

Mereka mengingkari sisi rohani, yaitu adanya pencipta dibalik kehidupan. Mereka menganggap bayi lahir sekedar adanya pertemuan sperma dengan sel telur. Sehingga Descrates mengatakan “Beri aku materi, maka kuciptakan kehidupan”.

Aqidah Komunis ini memang berbeda dari Sekulerisme namun dalam memandang kebahgiaan di dunia ini mereka sepakat, bahwa “kebahagiaan” itu adalah mereguk sebesar-besarnya kenikmatan dunia.

Islam
Asas dari mabda’ Islam adalah aqidah Islam yaitu: “Laa ilaaha ilaallah Muhammadarrasulullah”. Penjabarannya adalah, bahwa dibalik alam semesta, kehidupan dan manusia ini ada pencipta, yaitu Allah ‘Azza wa jalla, inilah sisi kerohanian. Artinya mengakui bahwa benda-benda itu adalah makhluk Allah, sedangkan wujud dari benda-benda itu adalah sisi materi. Jadi dalam beriman kepada Allah harus disertai iman kepada kenabian Muhammad Rasulullah dan iman kepada Qur’an tanpa ragu sedikitpun, sehingga apa yang datang dari Al-Quran harus diterima.

Dalam memandang dunia, alam sebelum dan sesudah kehidupan didunia ini Islam menyatakan adanya hubungan. Yaitu adanya Allah yang memberikan perintah untuk beribadah di dunia serta adanya perhitungan dan balasan diakhirat terhadap amal ibadah yang dilakukan di dunia. Jadi harus terikat dengan Syari’at Allah.

Dalam beramal, Islam mengenal pandangan mencampurkan materi dengan ruh. Misalnya seseorang yang berbicara dengan orang lain, unsur materinya adalah perbuatan berbicara itu, sedangkan unsur ruhnya adalah kesadaran dari pembicara bahwa apa yang ia bicarakan itu akan dipertanggungjawabkan nanti dihadapan Allah SWT pada hari kiamat. Dalam masalah berdagang, unsur materinya adalah perdagangan itu, sedangkan unsur ruhnya adalah kesadaran pedagang, bahwa barang dagangannya dapat dipertanggungjawabkan kehalalan dan keharamannya menurut hukum Islam.

Proses Lahirnya Aturan

Sekulerisme/Kapitalisme
Karena asasnya memisahkan agama dari kehidupan, maka aturan harus lahir dari manusia. Manusialah yang berhak membuat aturan. Agama hanya tinggal di masjid-masjid atau gereja-gereja. Dilarang campur tangan agama dalam masalah kehidupan. Dikatakan bahwa agama tidak dilarang, tetapi hanya dibatasi. Agama adalah sesuatu yang sakral, sehingga jangan sampai dicampur adukan dengan masalah politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain.

Komunisme
Komunis menganggap bahwa aturan lahir dari perkembangan alat produksi. Ketika alat produksi berupa kapak, lahirlah feodalisme. Ketika kapak diganti dengan mesin-mesin, lahirlah kapitalisme. Setelah kelas-kelas itu hilang, lahirlah sosialisme, dan pada akhirnya nanti akan terwujud surga untuk komunisme. Dari sana kita bisa menyimpulkan bahwa Aturan dari mabda’ ini diambil dari evolusi materi.

Islam
Sedangkan Islam mengakui bahwa Allah SWT sebagai pemegang keputusan hukum, maka aturannya lahir dari syari’at yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya. Dalam memecahkan problemnya, seorang muslim mempunyai tiga langkah ketika akan menghukumi suatu permasalahan, yaitu: Mempelajari permasalahan yang muncul, Mempelajari hukum yang berkenaan dengan permasalahan tadi, dan akhirnya mengambil hukum baik secara langsug maupun secara istimbath.


Mabda’ yang Shohih
Setelah kita membandingkan ketiga mabda’ yang ada saat ini, maka kita dapat membuktikan dari ketiganya mana yang bisa dikategorikan sebagai mabda’ yang shohih dengan melihat keshohihan aqidahnya. Aqidah yang shohih adalah aqidah yang :
1. Sesuai dengan Fitrah
2. Memuaskan Akal
3. Menentramkan batin

Dari ketiga mabda’ ternyata hanya Islam yang sesuai dengan fitrah manusia, karena secara fitrah keadaan manusia itu terbatas, lemah dan membutuhkan perlindungan kepada sesuatu yang memiliki kemahakuasaan dan ini dibuktikan dengan mengakui adanya Pencipta dan kekuasaan-Nya, sehingga hanya Aturan dari Penciptalah yang berhak dijadikan sebagai tolak ukur perbuatan manusia dalam kehidupan dunia. Berbeda dengan mabda Sekulerisme/Kapitalisme yang mengakui adanya Pencipta, tetapi menafikan kemahakuasaannya sehingga dalam menjalankan kehidupan dunia tidak menerima Aturan dari sang Pencipta, dengan begitu jelas bahwa mabda ini tidak sesuai dengan fitrah manusia dari sisi memisahkan agama dari kehidupan, sehingga mabda ini menghendaki aturan yang dipakai dalam kehidupan dunia adalah aturan buatan manusia yang berlandaskan manfaat yang tidak ada hubungannya dengan agama. Sedangkan Komunis nyata-nyata tidak mengakui adanya Pencipta.

Aqidah Islam pun menyatakan bahwa alam semesta, manusia dan kehidupan ini diciptakan oleh Allah SWT sesuai dengan akal baik melalui penalaran maupun dengan bukti-bukti yang nyata. Tentunya setiap yang lemah, terbatas, serba kurang dan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya itu ada Penciptanya. Sehingga jika ada orang komunis menyatakan bahwa pencipta itu tidak ada, adalah tidak logis dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan pengakuan Sekulerisme/Kapitalisme terhadap adanya Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan tapi menyatakan bahwa pencipta idak mampu mengaturnya adalah jelas tidak logis pula. Sehingga kecuali Islam, kedua mabda lainnya (Komunis dan Kapitalis) tidak dapat memuaskan akal.

Ketika menyadari bahwa alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada yang menciptakan dan Penciptanya pun menurunkan Aturan (perintah dan larangan) yang tentunya harus dilaksanakan dalam seluruh aktivitas kehidupan yang pada akhirnya kita akan mempertanggungjawabkan seluruh aktivitas kehidupan kita dihadapan Pencipta, maka kita telah mendapatkan sedkit gambaran dari ketiga mabda yang ada saat ini dan Mabda’ Islamlah mabda’ yang shohih, artinya dia memang sebuah mabda’ bukan ciptaan manusia. Bahkan dia ada lebih dahulu sebelum munculnya Kapitalisme dan Sosialisme. Jadi salah besar jika dikatakan bahwa Islam adalah hasil olahan Kapitalisme dan Sosialisme, dengan mengambil yang baik-baik saja dari keduanya. Islam adalah kepunyaan Allah SWT sebagai Pencipta alam semesta beserta seluruh isinya dan Allah SWT hanya meridhoi Islam untuk manusia, yang lain adalah bathil dan pasti akan lenyap, cepat atau lambat.

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan kepadamu agama kamu dan telah Ku-cukupkan atas kamu nikmat-Ku, dan Aku telah ridhla Islam sebagai agamamu….” (QS. Al-Maidah:3)

“Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran:19)