Kamis, 04 Agustus 2011

Berpegang Teguh Kepada Al-Kitab dan As-Sunnah

Allah Azza wa Jalla berfirman:

اليوم اكملتُ لكم دينكم وأتممتُ عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام ديناً

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفورٍ رحيم

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)

Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Ada sebuah kaum yang mengklaim cinta kepada Allah, maka Allah menurunkan ayat (Al-Maidah) ini sebagai ujian kepada mereka.”

Ayat (Al-Maidah) di atas mengandung dalil bahwa siapa saja yang mengklaim bahwa dirinya adalah wali Allah atau dirinya cinta kepada Allah akan tetapi dia tidak mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka dia bukanlah termasuk wali-wali Allah, bahkan dia termasuk dari wali-wali setan.

Di dalam ayat ini juga terdapat penyebutan ciri-ciri dan tanda cinta kepada Allah, yaitu harus mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Di dalam ayat ini juga terdapat penetapan sifat cinta dari kedua belah pihak, yaitu cinta kaum mukminin kepada Allah dan cinta Allah kepada mereka. Kecintaan Allah kepada para nabi dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman, itu lebih tinggi daripada sekedar rahmat dan kebaikan-Nya kepada mereka.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وإني لغفار لمن تاب وءامن وعمل صالحا ثم اهتدى

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS. Thaha: 82)

Said bin Jubair berkata tentang firman-Nya ‘kemudian tetap di jalan yang benar’, “Yakni istiqamah di atas sunnah dan jamaah.” Penafsiran semaknya juga diriwayatkan dari Mujahid, Adh-Dhahhak, dan selainnya dari para ulama salaf.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وأن هذا صراطي مستقيماً فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصّاكم به لعلكم تتقون

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153)

Dalam ayat ini terdapat wasiat untuk mengikuti sunnah Ar-Rasul shallallahu alaihi wasallam, karena siapa saya yang menaati Ar-Rasul maka sungguh dia telah menaati Allah. Dalam ayat ini, Allah mendatangkan lafazh shirath dan sabiil (jalan)-Nya dalam bentuk mufrad (tunggal), sementara jalan yang bertentangan dengan jalan-Nya didatangkan dalam bentuk jamak (as-subul). Hal itu karena jalan yang mengantarkan kepada Allah hanya ada satu, yaitu apa yang dengannya Allah mengutus para rasul-Nya dan menurunkan semua kitab-Nya.

Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata:

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ تَلَا { وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

“Pada suatu hari Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus untuk kami, kemudian beliau bersabda: ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis-garis di sebelah kanan dan kirinya, seraya bersabda: ‘Ini adalah jalan-jalan lain, di setiap jalan tersebut ada setan yang mengajak untuk mengikutinya. Lalu beliau membaca ayat, “Inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah jalan tersebut. Dan, janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain. Jika kalian mengikuti jalan-jalan tersebut, niscaya kalian semua akan terpisah dari jalanNya.” (HR. Ad-Darimi no. 204)

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وعلى الله قصد السبيل ومنها جائرٌ ولوشاء لهداكم أجمعين

“Dan hak bagi Allah (menerangkan) jalan yang pertengahan, dan di antara jalan-jalan ada yang bengkok. Dan jikalau Dia menghendaki, tentulah Dia memimpin kamu semuanya (kepada jalan yang benar).” (QS. An-Nahl: 9)

Jalan yang pertengahan dalam ayat ini adalah jalan yang lurus lagi seimbang, dan jalan ini akan mengantarkan kepada Allah Ta’ala.

Nabi shallallahu alaihi wasallam telah mewasiatkan untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk sepeninggal beliau. Telah shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dari hadits Irbadh bin Sariyah radhiallahu anhu bahwa beliau bersabda:

صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat bersama kami, beliau lantas menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang sangat menyentuh yang membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat untuk perpisahan! Lalu apa yang engkau washiatkan kepada kami?” Beliau mengatakan: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang budak habsyi yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setaip bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 3991, At-Tirmizi no. 2600, dan Ibnu Majah no. 42 dengan sanad yang shahih)

Maka dalam hadits shahih ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mewasiatkan untuk mengikuti sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk, yaitu keempat khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiallahu anhum. Sebagaimana yang shahih dalam hadits Safinah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

خِلَافَةُ النُّبُوَّةِ ثَلَاثُونَ سَنَةً ثُمَّ يُؤْتِي اللَّهُ الْمُلْكَ أَوْ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ

“Khilafah kenabian itu selama tiga puluh tahun, kemudian Allah memberikan kekuasaan-Nya kepada siapa yang ia kehendaki.” (HR. Abu Daud no. 4028 dengan sanad yang shahih)

Para ulama menyatakan:
Masa kekhalifahan Abu Bakar radhiallahu anhu adalah 2 tahun, 3 bulan, 10 hari.
Masa kekhalifahan Umar radhiallahu anhu adalah 10 tahun, 6 bulan, 8 hari.
Masa kekhalifahan Utsman radhiallahu anhu adalah 11 tahun, 11 bulan, 9 hari.
Masa kekhalifahan Ali radhiallahu anhu adalah 4 tahun, 9 bulan, 7 hari
Sehingga total seluruhnya adalah 30 tahun.

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi wasallam juga memperingatkan dari semua bentuk bid’ah dalam agama, yang ini sekaligus menunjukkan wajibnya untuk menjauhi semua bid’ah dalam agama.

Beliau shallallahu alaihi wasallam juga mengabarkan bahwa semua bid’ah dalam agama adalah kesesatan. Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma dia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan khutbah, maka kedua matanya memerah, suaranya lantang, dan semangatnya berkobar-kobar bagaikan panglima perang yang sedang memberikan komando kepada bala tentaranya.

Beliau bersabda: “Hendaklah kalian selalu waspada di waktu pagi dan petang. Aku diutus, sementara antara aku dan hari kiamat adalah seperti dua jari ini (yakni jari telunjuk dan jari tengah).” Kemudian beliau melanjutkan bersabda: “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 1435)

Beliau juga memperingatkan dari setiap penganut bid’ah, sebagaimana dalam sabdanya dalam hadits Aisyah radhiallahu anha:

إِذَا رَأَيْتُمْ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ

“Apabila kalian melihat orang-orang yang mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat, maka mereka itulah adalah yang disebutkan oleh Allah ‘Waspadalah kalian terhadap mereka!” (HR. Al-Bukhari no. 4183 dan Muslim no. 4817)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

أَنَّهُ قَالَ سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلَا آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ

“Akan ada orang-orang pada akhir umatku menceritakan sebuah hadits kepada kalian yang mana kalian belum pernah mendengarnya dan tidak pula orang-orang tua kalian. Maka waspadalah kalian terhadap mereka.” (HR. Muslim no. 7 dalam Muqaddamah Shahih Muslim)

Dalam lafazh yang lain:

يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ يَأْتُونَكُمْ مِنْ الْأَحَادِيثِ بِمَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلَا آبَاؤُكُمْ فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ لَا يُضِلُّونَكُمْ وَلَا يَفْتِنُونَكُمْ

“Akan ada di akhir zaman para Dajjal Pendusta membawa hadits-hadits kepada kalian yang mana kalian tidak pernah mendengarnya dan bapak-bapak kalian juga belum pernah mendengarnya. Maka waspadalah terhadap mereka. Jangan sampai mereka menyesatkan kalian dan jangan sampai mereka memfitnah kalian.” (HR. Muslim no. 8 dalam Muqaddamah Shahih Muslim)

Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma juga pernah berkata:

يُوشِكُ أَنْ يَظْهَرَ شَيَاطِينُ قَدْ أَوْثَقَهَا سُلَيْمَانُ يُفَقِّهُونَ النَّاسَ فِي الدِّينِ

“Hampir saja setan-setan -yang pernah diikat oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam- menampakkan diri dan mengajarkan manusia tentang agama.” (Riwayat Ad-Darimi no. 429)

Beliau shallallahu alaihi wasallam juga memerintahkan untuk meninggalkan dan menjauh dari semua penganut bid’ah, sebagaimana dalam hadits Huzaifah bin Al-Yaman radhiallahu anhuma, dimana di dalamnya beliau bersabda:

فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Tinggalkan semua sekte tersebut meskipun kamu menggigit akar kayu sampai ajal menjemput, dan kamu masih tetap pada pendirianmu.” (HR. Al-Bukhari no. 3338 dan Muslim no. 3434)

Sekte-sekta yang tersebut dalam hadits ini adalah ke-72 sekte sesat, walaupun mereka masih tergolong umat ini dan belum keluar dari agama Islam.

Selain Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk menjauhi semua sekte tersebut, beliau juga mengabarkan bahwa ternyata sekte-sekte yang menyelisihi sunnah beliau ini adalah masih umat beliau sendiri. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadits ‘perpecahan umat’:

وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan, ” para sahabat bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Mereka adalah golongan yang mana aku dan para sahabatku berpegang teguh padanya.” (HR. At-Tirmizi no. 2565)

Menjauhi semua sekte yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, inilah yang menjadi jalan hidup dari seluruh ulama ahlussunnah hingga akhir zaman.

Dari Ibnu Umar radliallahu ‘anhu: “Seorang laki-laki datang menemuinya lalu berkata: ‘Sesungguhnya si fulan menyampaikan salam untukmu’, lalu ia berkata: ‘Telah sampai berita kepadaku bahwa ia berbuat bid’ah, jika benar ia telah berbuat bid’ah maka janganlah kamu sampaikan salamku untuknya’ “.
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma:

أَنَّهُ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ فُلَانًا يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلَامَ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّهُ قَدْ أَحْدَثَ فَإِنْ كَانَ قَدْ أَحْدَثَ فَلَا تَقْرَأْ عَلَيْهِ السَّلَامَ

“Bahwa ada seorang laki-laki datang menemuinya lalu berkata, ‘Sesungguhnya si fulan menyampaikan salam untukmu’. Lalu beliau berkata: ‘Telah sampai berita kepadaku bahwa dia berbuat bid’ah. Jika benar dia telah berbuat bid’ah maka janganlah kamu sampaikan salamku untuknya.” (Riwayat Ad-Darimi no. 395)

Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi rahimahullah juga berkata:

لاَ تُجالِسُ أَصْحابَ الأَهْواءِ , فَإِنِّيْ لاَ آمَنُ عَلَيْكَ أَنْ يُغْمِسَكَ فِي ضَلالَتِهِمْ وَيُلَبِِّسُوا عَلَيْكَ ما كُنْتَ تَعْرِفُ

“Jangan kamu duduk bersama pengekor hawa nafsu, karena sesunggunya aku khawatir kamu akan terjatuh ke dalam kesesatan mereka, dan mereka akan mengaburkan ilmu yang sebelumnya sudah kamu ketahui.”

Ada seorang lelaki yang pernah bertanya kepada Abu Bakar bin Ayyasy rahimahullah, “Siapakah sunni itu?” Maka beliau menjawab:

اَلَّذِي إِذا ذُكِرَتِ الْأَهْواءُ لَمْ يَتَعَصَّبْ لِشَيْءٍ مِنْها

“Orang yang disebutkan hawa nafsu di hadapannya, maka dia tidak mengikuti satupun di antaranya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar